Jumat 19 Aug 2022 15:18 WIB

Kemenag: Bipih tak Naik akan Membebani Nilai Manfaat

Bipih dan nilai manfaat merupakan dua sisi pembiayaan yang saling timbal balik.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Agung Sasongko
Gedung Kemenag
Foto: dok. Republika
Gedung Kemenag

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Kementerian Agama RI, Jaja Jaelani mengatakan berdasarkan Undang-Undang nomor 8 Tahun 2019 pasal 44 dijelaskan bahwa Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) terdiri dari Biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), nilai manfaat, dana efisiensi, dan atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Jaja mengatakan, Bipih dan nilai manfaat merupakan dua sisi pembiayaan yang saling timbal balik. Karena itu, menurutnya, bila Bipih tidak dinaikkan maka nilai manfaat akan tetap tinggi. 

Baca Juga

"Bipih merupakan dana yang dibayar oleh calon jemaah, sedangkan nilai manfaat merupakan dana hasil pengembangan Bipih berupa setoran awal. Dengan kata lain, apabila Bipih tidak dinaikkan, maka akan membebani nilai manfaat hasil pengembangan dana setoran awal yang dilakukan oleh BPKH," kata Jaja kepada Republika,co.id pada Jumat (19/8/2022).

Lebih lanjut Jaja mengatakan untuk BPIH tahun depan sangat dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah Arab Saudi tentang biaya masyair, akomodasi, konsumsi, transportasi, dan biaya-biaya lainnya dalam rangka pelayanan kepada jamaah haji di Arab Saudi. Selain itu, kata dia BPIH juga dipengaruhi oleh perkembangan harga dan layanan yang akan diberikan di dalam negeri. 

"Jika Nilai Manfaat diturunkan, maka Bipih akan mengalami kenaikan. Apalagi jika calon jemaah haji harus membayar penuh atau semua dibebankan kepada Bipih, maka tarif Bipih akan mengalami lonjakan yang sangat tinggi. Kenaikan nilai Bipih tersebut tentu berakibat membebani calon jemaah haji. Padahal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014, BPKH dibentuk untuk mengoptimalkan hasil investasi atau Nilai Manfaat guna peningkatan pelayanan kepada jemaah haji," katanya. 

Jaja menambahkan Kemenag selalu melakukan persiapan pelaksanaan ibadah haji sejak awal agar jamaah haji dapat melakukan persiapan lebih dini termasuk mempersiapkan Bipih yang harus dibayar oleh jamaah, melakukan manasik haji lebih awal, dan lainnya. Namun demikian, menurutnya persiapan haji sangat dipengaruhi oleh kuota haji yang penetapannya sangat tergantung pada Pemerintah Arab Saudi dan dikukuhkan dalam MoU antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi. 

"Apabila belum ada kepastian kuota haji, Kementerian Agama tidak dapat melakukan persiapan secara pasti, diantaranya belum dapat menetapkan siapa-siapa calon Jemaah haji yang akan berangkat ke Arab Saudi, belum dapat melakukan manasik haji, belum dapat menetapkan BPIH bersama DPR, belum dapat melakukan kontrak hotel, katering, dan transportasi di Arab Saudi, belum dapat mengurus penerbitan visa, dan berbagai persiapan lainnya," katanya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement