Rabu 24 Aug 2022 00:11 WIB

Eropa Cari Tenaga Surya Berbasis Ruang Angkasa untuk Atasi Krisis Energi

Program Solaris jadi respons terhadap krisis perubahan iklim.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Friska Yolandha
Foto udara panel surya di atap pabrik Schneider Electric di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (28/7/2022). Badan Antariksa Eropa (ESA) akan meminta negara-negara anggotanya untuk mendanai program tenaga surya berbasis ruang angkasa pada pertemuan besar akhir tahun ini.
Foto: ANTARA / Fakhri Hermansyah
Foto udara panel surya di atap pabrik Schneider Electric di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (28/7/2022). Badan Antariksa Eropa (ESA) akan meminta negara-negara anggotanya untuk mendanai program tenaga surya berbasis ruang angkasa pada pertemuan besar akhir tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Badan Antariksa Eropa (ESA) akan meminta negara-negara anggotanya untuk mendanai program tenaga surya berbasis ruang angkasa pada pertemuan besar akhir tahun ini. Program Solaris akan mengeksplorasi potensi pembangkit tenaga surya berbasis ruang angkasa (SBSP) untuk menyediakan energi bersih dan berkontribusi pada dekarbonisasi. 

SBSP melibatkan pengumpulan energi matahari dengan susunan surya besar di orbit geostasioner, sebuah orbit pada ketinggian 22.000 mil (36.000 kilometer) di mana satelit tampak tergantung di atas tempat tetap di Bumi. Tanpa halangan oleh atmosfer Bumi, pembangkit listrik tenaga surya berbasis ruang angkasa akan menghasilkan energi lebih efisien daripada pembangkit listrik berbasis di Bumi, dan memancarkannya ke tanah untuk diubah menjadi listrik.

Baca Juga

ESA menggambarkan program Solaris sebagai respons terhadap krisis perubahan iklim saat ini di Bumi dan sumber potensial energi bersih, terjangkau, berkelanjutan, berlimpah, dan aman. Keputusan untuk melanjutkan program pengembangan SBSP Eropa akan dibuat pada 2025, kata badan tersebut dalam sebuah pernyataan.

“Tenaga surya berbasis ruang angkasa akan menjadi langkah penting menuju netralitas karbon dan kemandirian energi untuk Eropa,” cicit direktur jenderal ESA Josef Aschbacher pada 16 Agustus. 

“Dua studi independen baru-baru ini sangat merekomendasikan investasi untuk memajukan SBSP teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasi krisis energi kita yang terus berkembang," katanya lagi.

Dua studi biaya versus manfaat tentang Pembangkit Surya Berbasis Luar Angkasa (SBSP) untuk kebutuhan energi terestrial telah diselesaikan awal bulan ini. "Kami sudah memiliki blok bangunan utama, tetapi izinkan saya menjelaskan: agar proyek berhasil, banyak pengembangan teknologi dan pendanaan masih diperlukan," tulis Aschbacher, dilansir dari Space, Ahad (21/8/2022).

Usulan Solaris akan diajukan di Dewan Menteri ESA pada November, tetapi berapa banyak dana yang dicari tidak diketahui. Tujuan akhir SBSP adalah untuk membantu transisi Eropa ke dunia bersih nol karbon pada 2050.

Konsep SBSP pertama kali muncul pada 1960-an tetapi baru-baru ini menjadi perhatian besar di sejumlah negara. Inggris menyatakan minatnya pada sistem SBSP awal tahun ini, sementara China merencanakan tes di orbit sebelum akhir dekade sebagai batu loncatan ke sistem tingkat gigawatt pada pertengahan abad.

Di Amerika Serikat (AS), Badan Antariksa Amerika (NASA) juga tertarik untuk mempelajari SBSP sementara proyek yang didukung miliarder di Caltech di Pasadena sudah mengerjakan perangkat keras untuk memanen energi matahari yang dikumpulkan di luar angkasa.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement