REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) sedang mengembangkan Digital ID untuk membangun pergudangan data platform digital BI secara nasional, sebagai salah satu syarat mewujudkan bank sentral digital di masa depan.
"Tentu saja, fokus kami dalam hal ini adalah pada data sistem pembayaran bank sentral, yang akan menjadi bagian dari data nasional," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Internasional Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) ke-16 dan Call for Papers di Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Dengan demikian, bank sentral kini sedang mengembangkan data terkait sistem pembayaran, pasar uang, dan lain-lain yang dibutuhkan untuk pergudangan data digital tersebut.
Melalui berbagai data yang terkumpul, ia mengatakan nantinya uang digital dan uang primer bisa dihitung dengan lebih cepat, mengingat ke depannya perbankan akan memiliki dua rekening di bank sentral, yakni rekening standar dan rekening digital.
Selain itu, Digital ID nantinya akan bisa mengembangkan pengganda uang (money multiplier), uang beredar dalam arti sempit (M1), serta uang beredar dalam arti luas (M2 dan M3) dalam segmen ekonomi. "Lewat Digital ID nasional, maka sebenarnya kita bisa menganalisa perbedaannya. Dahulu kami menggunakan excel ekonometrika, sekarang kami menggunakan big data, analisis data, dan ilmuwan data," ucap dia.
Dengan demikian, Perry menyebutkan kebijakan moneter akan lebih efektif, begitu pula dengan kebijakan makroprudensial dan kebijakan sistem pembayaran di bank sentral. Kendati lebih efektif, yang perlu diperhatikan menurut dia adalah terdapat risiko stabilitas moneter dan stabilitas keuangan serta risiko sistemik operasional yang pada dasarnya adalah risiko siber dengan pengembangan Digital ID.
"Risiko operasional akan menjadi risiko baru yang harusnya lebih besar dari risiko stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan," kata Perry.