REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan jika tidak dilakukan pengendalian harga dan juga pembatasan konsumsi BBM subsidi, maka beban subsidi dalam APBN bisa mencapai Rp 698 triliun.
Dia beralasan, kenaikan harga minyak dunia yang masih diatas 100 dolar AS per barel akan semakin menggerus APBN. Apalagi, kurs rupiah atas dolar saat ini sudah mencapai Rp 14.700.
"Belum lagi konsumsi masyarakat atas BBM yang masih terus meningkat seiring pemulihan ekonomi. Hal ini akan mempengaruhi kenaikan beban subsidi," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (28/8).
Sri Mulyani menjelaskan ditaksir konsumsi Pertalite tanpa adanya pembatasan bisa mencapai 29,07 juta kiloliter hingga akhir tahun nanti. Sedangkan solar bisa mencapai 17,44 juta kiloliter. Tanpa adanya pengendalian, maka pemerintah harus menambah Rp 195,6 triliun lagi subsidi khusus untuk energi.
"Presiden meminta kami untuk menghitung secara cermat kemampuan APBN terkait kondisi ini," ujar Sri Mulyani.
Belum lagi, kata Sri Mulyani dengan situasi global dan kenaikan harga komoditas hari ini pendapatan negara dari penerimaan perpajakan hingga PNBP tak cukup untuk menambal kebutuhan subsidi.
"Memang kenaikan harga komoditas meningkatkan penerimaan kita. Tapi, tambahan windfall profit ini bahkan juga tidak cukup untuk menambal subsidi energi," ujar Sri Mulyani.
Ia merinci, untuk pendapatan negara di taksir bisa mencapai Rp 2.266,2 triliun dari sebelumnya ditaksir hanya Rp 1.846,1 triliun. Sayangnya, kondisi belanja negara juga naik drastis dari yang semula hanya Rp 2.714,2 triliun menjadi Rp 3.106,4 triliun.
"Porsi paling besar itupun ada untuk subsidi dan kompensasi untuk PLN dan Pertamina yang menjalankan penugasan penyaluran subsidi. Jika kita tidak melakukan langkah strategis, Pertamina dan PLN bahkan tidak bisa bertahan," ujar Sri Mulyani.