REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Beberapa toko di Tunisia menjatah bahan kebutuhan pokok termasuk minyak goreng, gula dan mentega. Sementara antrean panjang melanda SPBU di tengah krisis keuangan.
Beberapa toko kelontong telah membatasi pembelian. Setiap pelanggan hanya dibolehkan untuk membeli satu barang karena persediaan sangat terbatas. Sementara antrian di pompa bensin telah mengular hingga memblokir lalu lintas di beberapa bagian ibu kota.
Presiden Kais Saied dan pemerintahnya belum memberikan komentar soal kekurangan makanan dan bahan bakar tersebut. Namun pemerintah telah mengumumkan upaya untuk menargetkan spekulan dan penimbun komoditas bahan pangan.
Pemerintah menjual banyak barang impor dengan tingkat subsidi yang tinggi. Sementara tekanan komoditas global telah mendorong kenaikan harga internasional. Pemerintah telah menerima dua tahap bantuan internasional dari Bank Dunia dan Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan. Bantuan itu untuk mendanai pembelian gandum. Tetapi pemerintah juga mencari dana talangan IMF untuk membiayai anggaran dan membayar utang.
"Tidak ada minyak atau gula atau mentega, dan ada kekurangan besar untuk pasokan biskuit dan makanan ringan," kata Azzouz, seorang penjaga toko di distrik kelas pekerja Etadamon, Tunis.
Seorang wanita yang berbelanja di area Etadamon, Khadijah, mengatakan, dia tidak dapat menemukan minyak goreng bersubsidi. Bahkan dia tidak mampu membeli minyak goreng merek lain yang tidak disubsidi.
"Situasinya semakin sulit dari hari ke hari dan kami tidak tahu apa yang akan kami lakukan," kata Khadijah.
Bahkan pada Jumat (26/8/2022) pagi, antrian mulai menumpuk di sebuah pompa bensin di distrik La Marsa, Tunis. Antrian mobil telah mencapai jalan raya. Seorang pejabat di departemen pekerja serikat buruh UGTT, Silwan al-Samiri, mengatakan kepada radio IFM, pemerintah perlu mencapai solusi untuk membayar impor.