Kamis 25 Sep 2025 11:11 WIB

BBM Skema B2B Impor: Monopoli Terselubung atau Jalan Keluar?

Skema B2B impor harus dilihat sebagai jembatan sementara, bukan solusi permanen.

RDMP Balikpapan yang akan beroperasi penuh pada akhir 2025, menjadi peluang besar untuk menekan impor bensin Indonesia hingga 20 persen.
Foto: istimewa
RDMP Balikpapan yang akan beroperasi penuh pada akhir 2025, menjadi peluang besar untuk menekan impor bensin Indonesia hingga 20 persen.

Oleh: Dr Anggawira, Sekretaris Jenderal BPP HIPMI dan Ketua Umum ASPEBINDO

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa pekan terakhir, masyarakat mengeluhkan kelangkaan BBM di sejumlah SPBU swasta. Seolah alarm keras, pemerintah bergerak cepat.

Melalui Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, kemudian diberlakukan mekanisme BBM skema B2B Impor melalui Pertamina Patra Niaga. Tak butuh waktu lama, pada Rabu, 24 September 2025, Pertamina memastikan kargo base fuel telah tiba di Jakarta dan siap disalurkan.

Kebijakan yang diambil pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM tentu sudah tepat dan mendesak. Hal itu mengingat konsumsi BBM nasional pada 2024 mencapai 1,3 juta barel per hari, dengan bensin menyumbang 870 ribu barel per hari.

Di sisi lain, produksi domestik hanya menutup 30–35 persen kebutuhan, sedangkan sisanya impor. Bahkan, impor bensin rata-rata 378,5 ribu barel per hari pada 2024, melonjak hingga 475 ribu barel per hari di Desember. Tanpa langkah darurat, stok jelas akan kritis.

Setelah pemerintah resmi memberlakukan kebijakan itu, muncul kekhawatiran langkah ini berpotensi menciptakan monopoli. Namun faktanya, mekanisme ini justru membuka ruang kolaborasi.

Pertamina telah dua kali bertemu dengan badan usaha (BU) swasta: Shell, BP, Vivo, Exxon, dan AKR. Pertemuan itu menyepakati mekanisme harga open book serta pengawasan kualitas melalui joint surveyor independen.

Pertamina juga membuka ruang pertemuan one-on-one untuk menyesuaikan kebutuhan kuota tambahan tiap badan usaha swasta, sehingga alokasi tidak dipukul rata. Dengan demikian, konsumen tetap punya pilihan merek BBM dan fairness pasar tetap dijaga.

Strategi Menurunkan Impor

Sejatinya, ketergantungan impor tidak bisa diatasi dalam semalam. Tanpa kilang baru, impor bensin akan bertahan di kisaran 350–450 ribu barel per hari hingga 2030.

Namun, ada peluang besar: RDMP Balikpapan yang menambah kapasitas kilang menjadi 360 ribu bph dengan unit RFCC 90 ribu bph diproyeksikan beroperasi penuh akhir 2025. Proyek ini dapat menekan impor bensin hingga 20 persen.

Selain itu, substitusi energi sangat penting. BBN (E20–E30, B35–B40) bisa mengurangi impor 5-7 juta kiloliter per tahun, sementara elektrifikasi transportasi dapat menekan permintaan bensin 10–15 ribu barel per hari.

Di sisi hulu, target 1 juta barel minyak per hari dan 12 BSCFD gas pada 2030 juga harus dikejar melalui insentif eksplorasi, enhanced oil recovery, dan perbaikan iklim investasi.

Saya berpandangan, kebijakan skema B2B impor harus dilihat sebagai jembatan sementara, bukan solusi permanen. Ia menjamin stok BBM tetap aman dan masyarakat terlindungi, sambil memberi waktu untuk memperkuat produksi domestik, mempercepat pembangunan kilang, dan memperluas substitusi energi.

Dengan prinsip transparansi, fairness, dan kolaborasi, kebijakan ini bisa menjadi jalan keluar sementara menuju agenda besar: kemandirian energi nasional. Energi adalah urat nadi ekonomi, dan kolaborasi antara negara, BUMN, dan swasta adalah kunci menuju Indonesia Emas 2045.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement