Rabu 31 Aug 2022 17:50 WIB

Saudi Desak Parpol di Irak Bersatu Cegah Konflik Internal

Saudi mengaku sangat prihatin menyaksikan perkembangan terbaru di Irak.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
 Orang-orang bersenjata Syiah Irak yang setia kepada ulama Syiah dan pemimpin gerakan Sadr Muqtada al-Sadr, bentrok dengan pasukan pemerintah yang didukung oleh kelompok-kelompok Syiah bersenjata, di Zona Hijau Baghdad tengah, Irak, 30 Agustus 2022. Sedikitnya 23 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka sejak bentrokan meletus pada 29 Agustus menyusul pengumuman al-Sadr untuk mundur dari politik.
Foto: EPA-EFE/AHMED JALIL
Orang-orang bersenjata Syiah Irak yang setia kepada ulama Syiah dan pemimpin gerakan Sadr Muqtada al-Sadr, bentrok dengan pasukan pemerintah yang didukung oleh kelompok-kelompok Syiah bersenjata, di Zona Hijau Baghdad tengah, Irak, 30 Agustus 2022. Sedikitnya 23 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka sejak bentrokan meletus pada 29 Agustus menyusul pengumuman al-Sadr untuk mundur dari politik.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi mendesak semua partai politik di Irak bersatu untuk mencegah pecahnya konflik internal. Hal itu disampaikan setelah kerusuhan pecah di ibu kota Baghdad pasca mundurnya ulama Syiah, Muqtada al-Sadr, dari aktivitas perpolitikan.

"Kerajaan (Saudi) menyerukan semua partai politik di Irak untuk berdiri (bersatu) untuk melindungi negara dan rakyatnya serta mendukung semua upaya yang bertujuan untuk menyelamatkan negara dari konflik internal," kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arab Saudi dalam sebuah pernyataan, Selasa (30/8/2022), dilaporkan Saudi Press Agency.

Baca Juga

Saudi mengaku sangat prihatin menyaksikan perkembangan terbaru di Irak. Riyadh juga menyesalkan pecahnya bentrokan yang menyebabkan puluhan orang tewas dan ratusan lainnya menderita luka-luka.

Presiden Irak Barham Saleh telah mendorong percepatan penyelenggaraan pemilu legislatif guna mengakhiri krisis politik yang semakin dalam di negaranya.

“Menyelenggarakan pemilu awal yang baru sesuai dengan konsensus nasional merupakan jalan keluar dari krisis yang menyesakkan ini. Hal tersebut menjamin stabilitas politik dan sosial serta menanggapi aspirasi rakyat,” kata Saleh dalam sebuah pidato pada Selasa lalu, dikutip laman Al Arabiya.

Saleh menyampaikan pidatonya beberapa jam setelah para pendukung Muqtada al-Sadr menarik diri dari Zona Hijau Baghdad. Sesaat setelah al-Sadr mengumumkan menarik diri aktivitas politik pada Senin (29/8/2022) lalu, para pendukungnya segera menggeruduk pusat pemerintahan Irak yang berpusat di Zona Hijau di Baghdad. Kantor-kantor misi diplomatik asing juga berada di zona tersebut.

Bentrokan dan kerusuhan di Zona Hijau akhirnya tak terhindarkan. Setidaknya 30 pendukung al-Sadr ditembak mati oleh pasukan keamanan saat mereka berusaha menerobos istana pemerintah. Sementara sekitar 570 lainnya mengalami luka-luka dalam kejadian tersebut.

Meski sudah menyatakan mundur dari kegiatan politik, al-Sadr dan para simpatisannya telah menyerukan pembubaran parlemen. Mereka menghendaki penyelenggaraan pemilu baru. Di bawah konstitusi, parlemen hanya dapat dibubarkan dengan suara mayoritas mutlak di majelis, mengikuti permintaan sepertiga dari deputi, atau oleh perdana menteri dengan persetujuan presiden.

Partai al-Sadr, Blok Sadris, memenangkan kursi terbesar di parlemen dalam pemilu yang digelar Oktober tahun lalu. Ia memperoleh 73 kursi. Namun jumlah tersebut masih jauh dari mayoritas. Sejak itu Irak terperosok dalam kebuntuan politik karena ketidaksepakatan faksi-faksi Syiah tentang pembentukan koalisi. 

Pada Juni lalu, dia menarik semua anggota partainya dari parlemen. Hal tersebut dilakukan setelah al-Sadr gagal membentuk pemerintahan pilihannya yang akan mengecualikan faksi Syiah yang disokong Iran.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement