Selasa 06 Sep 2022 11:34 WIB

Stres Bisa Sebabkan Orang Jadi Gemuk atau Kurus, Begini Prosesnya

Stres dapat menyebabkan sejumlah efek yang merusak pada tubuh.

Rep: Santi Sopia/ Red: Qommarria Rostanti
Stres bisa membuat seseorang gemuk atau kurus. (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Stres bisa membuat seseorang gemuk atau kurus. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemampuan seseorang untuk mengatasi stres tergantung pada sejumlah faktor seperti genetika, peristiwa awal kehidupan, kepribadian, serta keadaan sosial dan ekonomi mereka. Stres diketahui menyebabkan sejumlah efek merusak pada tubuh, termasuk meningkatkan risiko penyakit, penambahan berat badan, dan kerontokan rambut.

Kondisi kesehatan yang berisiko meningkat karena terlalu banyak stres termasuk penyakit jantung, asma, diabetes, depresi, masalah pencernaan, dan penyakit Alzheimer.

Baca Juga

Bagaimana stres memengaruhi berat badan?

Kortisol adalah hormon stres utama yang membantu tubuh mengatur responsnya terhadap segala jenis stres baik itu fisiologis, emosional, atau traumatis. Kortisol juga merangsang metabolisme lemak dan karbohidrat seseorang, yang menciptakan lonjakan energi dalam tubuh.

Meskipun dibutuhkan untuk tujuan bertahan hidup, memiliki terlalu banyak kortisol dalam tubuh diketahui dapat meningkatkan nafsu makan seseorang sehingga memengaruhi berat badan mereka. Seseorang yang memiliki tingkat kortisol yang tinggi meningkatkan keinginan untuk makanan manis, berlemak, dan asin.

Melansir dari laman Mirror pada Selasa (6/9/2022), ada beberapa tanda orang memiliki terlalu banyak kortisol dalam tubuh di antaranya yakni penambahan berat badan, gula darah tinggi, kelemahan otot, disfungsi seksual, stretch mark, perubahan suasana hati.

Sebaliknya, tanda kortisol rendah adalah penurunan berat badan, gula darah rendah, tekanan darah rendah, kelelahan, nafsu makan buruk, dan sifat lekas marah.

Bagaimana stres memengaruhi rambut?

Mengalami sejumlah besar stres diketahui memengaruhi rambut seseorang. "Stres serius dapat mengirim rambut ke fase istirahat, melewatkan tahap yang membujuknya untuk tumbuh," kata laman WebMD.

Situs kesehatan menambahkan, hal itu dapat menempatkan seseorang pada risiko yang lebih tinggi untuk suatu kondisi yang disebut alopecia areata, di mana sistem kekebalan sendiri yang menyerang folikel rambut. Itu juga bisa menyebabkan trikotilomania, dorongan kuat untuk mencabut rambut sendiri. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement