Ahad 11 Sep 2022 21:18 WIB

Ruwatan, Tradisi Masyarakat Jawa untuk Bebaskan Manusia dari Dosa

Ruwatan juga digelar untuk menghindari diri agar tidak dimangsa Batara Kala.

Rep: Kurusetra/ Red: Partner
Tradisi Ruwatan. Masyarakat Jawa percaya ruwatan digelar untuk membersihkan manusia dari dosa dan aib.
Tradisi Ruwatan. Masyarakat Jawa percaya ruwatan digelar untuk membersihkan manusia dari dosa dan aib.

Tradisi Ruwatan. Masyarakat Jawa percaya<a href= ruwatan digelar untuk membersihkan manusia dari dosa dan aib." />
Tradisi Ruwatan. Masyarakat Jawa percaya ruwatan digelar untuk membersihkan manusia dari dosa dan aib.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Pada masa kolonial perusahaan pelayaran ditangani oleh KPM (Koninklijke Paketvaard Matchappij) yang memiliki 136 armada untuk melayani seantero Nusantara. Tapi, sejauh ini hampir tak pernah terjadi kecelakaan. Jumlah penumpang selalu terdata rapi sesuai dengan manifes yang tercatat. Pada 1957 perusahaan pelayaran Belanda ini diambil alih oleh Pelni.

Musibah lumpur panas Lapindo di Porong, Jatim, yang terjadi sejak Mei 2006, makin memanas ketika ribuan rakyat yang menuntut ganti rugi memblokir jalan tol, jalan arteri dan rel kereta api selama 33 jam. Tanpa ampun lagi ekonomi Jawa Timur, provinsi paling banyak penduduknya terguncang akibat aksi tersebut.

BACA JUGA: Gus Dur Kesal Usulan HAM Masuk GBHN Ditolak Politikus Golkar: Kakean Mangan Ham

Masih banyak lagi musibah lain yang terjadi di Tanah Air, seperti banjir, tanah longsor, kecelakaan kereta api, flu burung dan berbagai penyakit lainnya yang semuanya meminta korban jiwa cukup besar. Dan tentu saja yang paling baru adalah pandemi Covid-19 yang membuat ratusan ribu nyawa melayang.

Di era SBY menjabat sebagai presiden, ada yang menyarankan agar mengadakan ruwatan. Ruwatan biasanya diselenggarakan masyarakat Jawa sebagai usaha untuk membebaskan manusia dari aib dan dosa, sekaligus menghindarkan diri agar tidak dimangsa Batara Kala (Dewa Waktu).

BACA JUGA: Sunan Kalijaga Ciptakan Wayang, Sunan Ampel tak Ingin Islam Tercampur Budaya dan Tradisi

Menurut mitologi Hindu, Batara Kala adalah putra Batara Guru (Dewa Siwa) yang berwujud raksasa. Ruwatan, yang artinya kembali ke semula, lazimnya dilaksanakan dengan pertunjukan wayang kulit dengan lakon Murwakala lakon yang berkisah tentang Batara Kala.


Pertunjukan wayang kulit. Foto: Republika.
Pertunjukan wayang kulit. Foto: Republika.

Bukan hanya wayang kulit, juga dalam wayang golek terdapat istilah ngeruwat. Kira-kira menjelang pukul 12 malam, sang dalang akan memberitahukan kepada penonton bahwa Sang Batara Kala, makhluk raksasa penyebar bala, sedikit waktu lagi akan keluar.

Para penonton yang tidak ingin menonton sampai selesai diminta meninggalkan arena pertunjukan secepatnya. Sebab menurut sang dalang dan kepercayaan masyarakat Jawa, mahluk raksasa itu akan memakan otak manusia, biasanya di perempatan jalan. Karena itu, pada masa lalu sering kita jumpai ancak di perempatan jalan, berupa kembang tujuh rupa, air mawar, telur ayam dan lisong sebagai penolak bala.

BACA JUGA: Tradisi Puasa Rebo Wekasan, Adakah Landasan Amalan dalam Islam?

Namun, tidak semua orang percaya akan seruan sang dalang tentang Batara Kala. Sebab tidak sedikit yang sengaja pulang pukul satu dini hari dan tidak ada halangan apa pun. Justru di era sekarang yang paling ditakutkan bukan lagi setan, tetapi pelaku kejahatan yang semakin kejam.

Di kota metropolitan Jakarta ini ternyata masih banyak warga yang percaya pada hal-hal yang bersifat tahayul. Kita masih ingat isu-isu tentang Kolor Ijo yang dikabarkan punya hobi memperkosa cewek untuk meningkatkan ilmu hitamnya.

BACA JUGA: Tradisi Jelang Ramadhan: Dari Ziarah Kubur Sampai Wajib Bawa Makanan ke Calon Mertua

Saat itu, bambu kuning dan daun kelor banyak dicari warga pinggiran Jakarta. Mereka percaya bila bambu kuning dan daun kelor dipasang di depan pintu rumah akan terhindar dari sang Kolor Ijo.

.

TONTON VIDEO FAVORIT:

.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:

> Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja

> Bolehkah Makan Nasi Berkat dari Acara Tahlilan? Halal Bisa Jadi Haram

> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: [email protected]. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

sumber : https://kurusetra.republika.co.id/posts/176607/ruwatan-tradisi-masyarakat-jawa-untuk-bebaskan-manusia-dari-dosa
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement