REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, kebijakan menghapus pelanggan liatrik 450 VA menjadi golongan 900 VA tidak tepat. Alasannya, masih banyak golongan yang hanya memerlukan 450 VA, bahkan kurang.
"Kalau mau membatasi subsidi dan agar subsidi tepat sasaran, batasi saja pemakaiannya, misalnya 60 kWh per bulan. Jika lebih 60 kWh, maka dikenakan tarif nonsubsidi," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi kepada Republika.co.id, Rabu (14/9/2022).
Sebab, kata dia, konsep subsidi listrik bersifat gelondongan berdasar golongan VA-nya memang tidak adil. "Jadi YLKI tidak sepakat penghapusan golongan pelanggan 450 VA, tapi batasi saja pemakaian kWh-nya per bulan, misal maksimal 60 kWh," jelasnya.
Ia menilai, kelebihan over supply listrik PLN tidak fair dan tidak akan terserap, jika dibebankan pada konsumen rumah tangga. Over supply listrik PLN, kata dia, seharusnya diserap oleh sektor industri dan bisnis, bukan rumah tangga.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Darmawan Prasodjo menjelaskan, saat ini 69,4 juta pelanggan PLN yang mengkonsumsi elpiji bersubsidi. Data ini didapat dari hasil verifikasi yang dilakukan PLN untuk menjalankan program konversi kompor elpiji ke kompor induksi.
Ia merinci, golongan pelanggan 450 VA yang tercatat di DTKS ada 9,6 juta. 99,99 persen dari para pelanggan ini semuanya mengkonsumsi elpiji tiga kilogram. Selain itu, pelanggan 450 VA non DTKS ada 14,8 juta yang juga memakai elpiji tiga kilogram.
Begitu juga dengan pelanggan 900 VA yang masuk kategori keluarga miskin DTKS sebesar 8,4 juta 100 persen juga masih menggunakan kompor LPG. Untuk pelanggan yang non subsidi golongan 900 VA non DTKS jumlahnya sekitar 24,5 juta pelanggan dimana hampir 100 persen menggunakan kmpr LPG 3 kg.