REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Febryan A, Dessy Suciati Saputri
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyinggung soal bantuan langsung tunai (BLT) yang digelontorkan pemerintah untuk bantalan sosial imbas pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM). AHY menilai BLT yang merupakan produk kebijakan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terbukti telah berhasil dalam menyangga daya beli masyarakat.
"BLT produk kebijakan SBY yang dulu ditentang sebagian kalangan justru sekarang ditiru dan terbukti menjadi penyangga utama daya beli masyarakat," kata AHY dalam pidatonya, Jumat (16/9/2022).
Awalnya, di dalam pidatonya AHY menyampaikan dua solusi untuk menyelamatkan fiskal selain menaikkan harga BBM. Pertama dengan memberikan BLT kepada rakyat yang ekonominya lemah.
"Jumlah uangnya harus cukup, tepat sasaran dan harus bebas dari politik," tegasnya.
Solusi yang kedua, pemerintah dinilai perlu menurunkan harga BBM saat harga minyak mentah dunia turun. Pemerintah jangan justru menaikkan harga BBM di saat harga minyak dunia turun.
"Maka turunkan kembali harga BBM kita. saya ulangi turunkan kembali harga BBM kita, jangan sebaliknya Ketika harga minyak dunia turun kok malah harga BBM dinaikkan," ucapnya.
Ia mengatakan, Partai Demokrat memahami ada persoalan dengan kesehatan APBN dan ruang fiskal negara. Namun, di sisi lain Partai Demokrat juga mengerti kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tengah menghadapi tekanan barat.
"Sesungguhnya ada banyak cara untuk menyelamatkan fiskal selain menaikkan harga BBM. Misalnya dengan melakukan realokasi anggaran, penentuan prioritas, termasuk penundaan sejumlah proyek nasional yang tidak sangat mendesak," tuturnya.
Anggota Komisi VII DPR RI, Adian Yunus Yusak Napitupulu mengatakan ada perbedaan antara BLT era pemerintahan SBY dengan Joko Widodo (Jokowi). Hal tersebut disampaikannya di sela-sela acara bakti sosial pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis yang dilakukan oleh DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bogor, di Desa Pandansari, Jumat.
"BLT era SBY itu beda, kenapa? Naiknya BBM di era SBY itu 259 persen. Di era Jokowi BBM cuma naik 54 persen, ada selisih 205 persen kenaikan antara SBY dan Jokowi. Lebih tinggi 200 persen di jaman SBY dibandingkan Jokowi," kata Adian dalam keterangannya, Jumat.
"Orang bilang pada saya, itu kan persentase. Ya angkanya berapa? Zaman Presiden SBY kenaikan BBM itu Rp 4.190, di zaman Presiden Jokowi Rp 3.500. Selisihnya Rp 1.190, jadi lebih banyak di zaman SBY. Kalau kenaikan BBM sampai 254 persen siapapun boleh menangis untuk itu," imbuhnya.
Menurutnya meski nilainya BLT tidak jauh berbeda, tapi di era SBY tidak ada bantuan lain yang diberikan ke masyarakat.
"Ada enam sampai tujuh program-program sosial lainnya. Ada PKH dan sebagainya. Ya akumulasikan saja. Ada satu keluarga yang bisa dapatkan 4-5 program. Untuk anaknya sekolah, dia dapat untuk pengganti BBM-nya, dia dapat untuk kesehatan. Zaman SBY mana, enggak ada," tuturnya.
Adian berharap dalam menyampaikan sesuatu, AHY harus benar-benar akurat.
"Kalau menurut saya, AHY harus lebih banyak belajar tentang data. Kalau bisa belajar berhitung lagi," ucapnya.