REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sejumlah tindak kekerasan belakangan terjadi di lembaga pendidikan keagamaan, termasuk di pesantren. Karena itu, Kementerian Agama dan pesantren harus melakukan langkah preventif untuk mencegah terjadinya tindakan kekerasan di pesantren.
Sekretaris Umum Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI), Ustaz Akhmad Alim mengatakan, pada dasarnya tidak ada satu pun pesantren yang mengajarkan kekerasan untuk santrinya baik secara fiik maupun mental. Namun, menurut dia, pesantren tetap harus melakukan tindakan preventif.
"Kasus-kasus yang terjadi itu biasanya oknum antara senior dan junior. Tetapi ini pun pesantren tidak boleh diam, jadi harus melakukan langkah-langkah preventif supaya tindakan-tindakan kekerasan serupa tidak terjadi lagi," ujar Ustadz Akhmad kepada Republika.co.id, Senin (19/9/2022).
Dalam mencegah tindakan kekerasan di pesantren, dia pun mengapresiasi langkah apresiasi Kementerian Agama yang telah melakukan langkah-langkah preventif. Di antaranya, upaya pembinaan sosialisasi pesantren ramah anak bersama Komisi Pelindungan Perampuan dan Anak (KPPA).
Menurut dia, BKsPPI sendiri juga sudah sering melakukan semacam workshop atau binaan di beberapa pesatren supaya pesantren itu ramah santri. "Sehingga di sini memang perlu dikembangkan pendekatan-pendekatan pola asuh di pesantren yang sifatnya adalah ramah dengan santri, supaya pembelajaran itu lebih kondusif, terbingkai dalam suasana kekeluargaan antara guru dan murid, demikian juga murid dengan murid," ucap Ustaz Akhmad.
Selain itu, menurut dia, untuk mencegah terjadinya kekerasan di pesantren juga perlu dilakukan pengawasan yang ketat dalam kegiatan-kegiatan kesantrian. Oleh karena itu, menurut dia, para musyrif di pesantren juga perlu dibekali. Karena, para musyrif lah yang diberikan tanggung jawab untuk mengawasi kegiatan atau aktivitas para santri, baik di dalam asrama, di kelas maupun di luar kelas.
"Jadi intinya harus ada pengawasan. Jadi, tidak boleh dibiarkan," katanya.
Ustaz Akhmad menjelaskan, terkadang pengalaman-pengalaman dari luar terkadang masih dibawa santri ke pesantren. Karena itu, menurut dia, pesantren juga harus selektif juga dalam menerima santri. "Pesantren harus selektif dan harus melakukan filterisasi terhadap pengasuhan kesantrian tersebut supaya tindakan-tindakan kekerasan di tengah-tengah pesantren itu tidak terjadi lagi," jelas dia.
Untuk mencegah kekerasan di pesantren, BKsPPI juga menyarankan agar tazkiatun nafs dilakukan secara berkala di pesantren. Artinya, para santri disentuh hatinya dengan pencerahan dan disucikan hatinya dengan nasihat-nasihat.
"Perlu juga dibudayakan untuk saling silaturrahim, untuk saling memaafkan. Untuk budaya-budaya taawun itu juga harus terus dikembangkan di pesantren, supaya hubungan antara santri dengan santri, senior dengan junior itu seperti akak adik kandung sendiri, bukan justru terjadi intimidasi antara yang senior dan junior," kata Ustaz Akhmad.
Sebelumnya, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono Abdul Ghofur juga mengatakan bahwa pihaknya selama ini telah melakukan ikhtiar dini sebagai bagian dari tindakan pencegahan dan upaya preventif tindakan kekerasan di pesantren.
“Kami melakukan sejumlah upaya, meskipun tidak harus show of force. Misalnya, preeventifnya, kami melakukan upaya pembinaan sosialisasi pesantren ramah anak. Kami punya buku panduan yang disusun bersama KPPA (Komisi Pelindungan Perampuan dan Anak) untuk pesantren ramah anak. Ini kami sosialisasikan,” ujar Waryono di Jakarta, Ahad (18/9/2022).