REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW – Sebuah serangan udara yang diluncurkan junta Myanmar di wilayah Sagaing menewaskan sedikitnya 11 siswa sekolah. Setidaknya 15 siswa dari sekolah yang sama masih dinyatakan hilang.
“Pada 16 September, setidaknya 11 anak tewas dalam serangan udara dan tembakan membabi buta di wilayah sipil,” kata UNICEF dalam sebuah pernyataan yang dirilis Senin (19/9/2022).
UNICEF mengungkapkan, serangan itu terjadi di kotapraja Depeyin, Sagaing. “Setidaknya 15 anak dari sekolah yang sama masih hilang,” katanya seraya menyerukan agar mereka dibebaskan segera dengan aman.
UNICEF menegaskan, sekolah harus aman dan tidak boleh menjadi target dalam pertempuran. Sementara itu, Direktur Regional Save the Children Asia Hassan Noor menyampaikan belasungkawa atas tewasnya sejumlah siswa akibat serangan junta Myanmar. "Berapa banyak lagi insiden seperti ini yang perlu dilakukan sebelum tindakan diambil?" ujar Noor seraya mendesak Dewan Keamanan PBB dan ASEAN untuk segera mengambil tindakan terhadap junta Myanmar.
Junta Myanmar mengonfirmasi bahwa mereka telah mengirim pasukan dengan helikopter ke Depeyin. Hal itu dilakukan setelah mereka menerima informasi bahwa di daerah tersebut terdapat anggota Tentara Kemerdekaan Kachin atau Kachin Independence Army, yakni sebuah kelompok pemberontak etnis.
Selain itu, junta pun memperoleh informasi bahwa di Depeyin terdapat milisi anti-kudeta, yakni kelompok yang menentang dan melawan kudeta junta Myanmar. Militer menuduh kelompok pemberontak menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia. Mereka pun mengklaim telah menyita ranjau dan bahan peledak dari desa.
Pada Februari 2021, militer Myanmar diketahui melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil Myanmar yang dipimpin Aung San Suu Kyi. Selain Suu Kyi, militer Myanmar turut menangkap mantan presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD). Suu Kyi adalah pemimpin NLD.
Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu yang digelar pada November 2020. Dalam pemilu itu, NLD menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.
Setelah mengambil alih pemerintahan sementara, militer Myanmar melayangkan sejumlah dakwaan terhadap Suu Kyi. Dakwaan tersebut antara lain melakukan kecurangan pemilu, kepemilikan walkie-talkie ilegal, melanggar pembatasan sosial Covid-19, menghasut, dan lima tuduhan korupsi. Atas kasus-kasus tersebut, Suu Kyi sudah menerima vonis hukuman 20 tahun penjara.
Sementara itu, tak lama setelah melakukan kudeta, gelombang demonstrasi terjadi di banyak wilayah di Myanmar. Warga turun ke jalan dan menyuarakan penentangan mereka atas aksi kudeta yang dilakukan militer. Junta Myanmar merespons aksi unjuk rasa dengan represif dan brutal. Hampir 2.300 warga sipil yang berpartisipasi dalam demonstrasi menentang kudeta tewas di tangan tentara-tentara Myanmar.