KURUSETRA -- Salam Sedulur... Jakarta yang telah berusia lima abad memiliki ratusan nama tempat dan kampung. Dari kampung baru sampai kampung lama.
Jakarta yang kini sebagian wilayahnya berada di bawah permukaan laut, ternyata dulunya banyak wilayah perbukitan. Sejarawan Alwi Shahab bercerita, nama-nama kampung di Jakarta tidak hanya sekadar nama karena memiliki riwayat sendiri yang usianya sudah ratusan tahun.
BACA JUGA: Padahal Berirama Keroncong, Lagu Terang Bulan Diklaim Jadi Lagu Kebangsaan Malaysia
"Seperti nama tempat yang memakai kata ‘bukit’. Misalnya Bukit Duri, Bukit Duri Tanjakan, dan Tanah Abang Bukit. Namun, sekarang bekas bukit-bukit itu sudah tak terlihat lagi. Hanya saja, kalau kita bersepeda terasa jalannya menanjak," kata Abah Alwi.
Ia berkata, berbagai wilayah di Jakarta yang kini penduduknya lebih dari 11 juta jiwa juga banyak memakai kata "bulak" sebagai nama pertama. Misalnya Bulak Rante di Jakarta Timur, atau Bulak Cabe dan Bulak Sempir di Jatiwaringin. "Dan Bulak Temu di Teluk Pucung, Bekasi," kata Abah Alwi.
BACA JUGA: Sejarah Rebo Wekasan dan Mitos Puasa Tolak Bala dalam Tradisi Jawa dan Ajaran Islam
Lalu apa arti bulak?
Bulak adalah tanah kebun yang dikelilingi sumber air. Maklum di zaman baheula Jakarta juga banyak memiliki resapan air. Kini sumber-sumber air itu sudah ‘almarhum’. Bahkan puluhan situ atau rawa juga hilang akibat ‘kejahilan’manusia. Banyak sekali nama yang dimulai kata rawa.
Seperti Rawa Bangke di Jatinegara... baca di halaman selanjutnya....
Seperti Rawa Bangke di Jatinegara. Rawa Badak di Koja Jakarta Utara, sampai Rawa Buaya di Cengkareng. Rawa Buaya merupakan bekas tanah partikelir milik Tan Liok Tiauw Sia, Landheer van Batoe-Tjepper, seorang tuan tanah dan pelopor industri di Hindia Belanda.
Kelurahan ini berdekatan dengan Stasiun Rawa Buaya dan halte busway Rawa Buaya. Kelurahan ini berbatasan dengan kelurahan Cengkareng Timur, Cengkareng di sebelah utara, kelurahan Duri Kosambi, Cengkareng di sebelah barat serta kelurahan Kembangan Utara, Kembangan di sebelah timur dan selatan.
BACA JUGA: Profil Dedi Mulyadi, Anggota DPR yang Digugat Cerai Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika
Sementara Rawa Bangke kini bernama Rawa Bunga. Wilayah ini adalah tempat dibuangnya banyak mayat korban pembunuhan. Karena itu tidak mengherankan kalau di daerah itu akhirnya banyak terdapat bangkai.
Lama-kelamaan karena penduduk semakin banyak, daerah rawa itu pun dijadikan daerah perkampungan untuk dihuni manusia. Daerah itu yang awalnya sebagai timbunan bangkai manusia, kemudian dinamakan daerah Rawa Bangkai, tetapi orang Betawi di Jakarta menyebutnya Rawa Bangke, sesuai dengan logat Betawi. Selain itu, ada juga satu cerita rakyat yang mengisahkan tentang awal mula daerah Rawa Bangke, berjudul Si Hamsyah.
BACA JUGA: Senja di Batavia tak Kalah Indah dari Belanda
Nama "Rawa Bangke" diganti karena orang-orang yang tinggal di lingkungan tersebut merasa malu jika ditanya lingkungan tempat tinggal mereka. Lalu diubah menjadi Rawa Bening, akan tetapi dikarenakan identik dengan hiburan malam maka diganti menjadi Rawa Bunga.
.
TONTON VIDEO PILIHAN:
.
JANGAN LEWATKAN ARTIKEL MENARIK LAINNYA:
> Inggris dan Belanda Berperang untuk Perebutkan Pulau Jawa
> Humor Gus Dur: Jenderal Orba Menang Lomba Tebak Umur Mumi, Caranya Dipukulin Sampai Ngaku Sendiri
> Sejarah Sumpit yang Diharamkan Dipakai Umat Islam untuk Makan
>Tak Perlu Pakai Pawang, Begini Cara Muhammadiyah Cegah Hujan
> Pawang Hujan Mandalika, Ustadz Khalid Basalamah: Pawang Hujan Itu Dukun, Haram Hukumnya dalam Islam
> Humor Gus Dur: Gara-Gara Dikirimi PSK, Gus Dur Terpaksa Tidur di Sofa
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.