Kamis 22 Sep 2022 20:57 WIB

Adzan tak Hanya Panggilan Sholat, Ini Beberapa Momen yang Dianjurkan Mengumandangkan Adzan

Dalam madzhab al-Syafi’iyyah, adzan tidak hanya berfungsi sebagai panggilan sholat.

Rep: mgrol135/ Red: Ani Nursalikah
Seorang muazin dari masjid Sheikh Abdul Qadir Jeelani mengumandangkan adzan ditempat ibadah yang ditutup sebagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19 selama bulan puasa suci Ramadhan di Baghdad, Irak 13 Mei 2020. Adzan tak Hanya Panggilan Sholat, Ini Beberapa Momen yang Dianjurkan Mengumandangkan Adzan
Foto: REUTERS / Thaier al-Sudani
Seorang muazin dari masjid Sheikh Abdul Qadir Jeelani mengumandangkan adzan ditempat ibadah yang ditutup sebagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19 selama bulan puasa suci Ramadhan di Baghdad, Irak 13 Mei 2020. Adzan tak Hanya Panggilan Sholat, Ini Beberapa Momen yang Dianjurkan Mengumandangkan Adzan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam madzhab al-Syafi’iyyah, adzan memang tidak hanya dikumandangkan sebagai panggilan sholat. Disebutkan oleh banyak ulama al-Syafi’iyyah dalam kitab-kitab mereka; adzan juga boleh dan bahkan dianjurkan dikumandangkan untuk perkara-perkara selain shalat, seperti kebakaran dan juga mengiringi musafir.

Dalam buku Risalah Adzan yang ditulis Ahmad Zarkasih terbitan Rumah Fiqih Publishing, berikut merupakan penjelasannya.

Baca Juga

 

Bilal Adzan

Apa yang difatwakan oleh banyak ulama al-Syafi’iyyah; yakni adanya kebolehan adzan untuk selain shalat bukanlah tanpa dasar apalagi mengada-ada. Apa yang mereka fatwakan tentu berdasar dan punya landasan yang baik sesuai dengan kaidah istinbath yang juga tidak serampangan.

Dan nyatanya, sahabat Nabi SAW, Bilal pernah mengumandangkan adzan untuk selain shalat. Dan itu atas perintah Nabi SAW. Ini sebagaimana diriwayatkan oleh syaikhan; Imam al-Bukhari dan juga Imam Muslim:

“Janganlah kalian berhenti untuk menyantap sahur jika kalian mendengar adzannya Bilal. Karena sesungguhnya, adzan bilal itu untuk memulangkan orang-orang yang beribadah (di malam hari), dan membangunkan orang yang tidur”. (HR al-Bukhari dan Muslim)

Hadits ini cukup menjadi dasar bahwasanya sejak dulu, Nabi Muhammad sudah menggunakan adzan untuk selain shalat. Akan tetapi, untuk memberikan kabar kepada mereka-mereka yang sedang beribadah sejak malam hari agar bersegera untuk sahur karena sudah dekat waktu subuh. Atau untuk bersegera menutup shalatnya dengan witir dan beristirahat karena sudah dekat waktu subuh.

Adzan untuk Bayi Baru Lahir

Madzhab ini juga mensunnahkan adzan untuk bayi dan baru lahir, di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Dari Abdullah bin ‘Abbas r.a., Bahwasanya: “Nabi SAW melakukan adzan di kuping kanan hasan bin Ali di hari lahirnya beliau, dan iqamah di kuping kirinya.” (HR al-baihaqi)

Adzan Mayit Qiyas Bayi

Dari banyak literasi ulama kalangan al-Syafi’iyyah, disebutkan memang adanya perdebatan internal mereka sendiri tentang boleh tidaknya adzan untuk mayit ketika dimasukan ke liang lahat. Sebagian membolehkan, tapi tidak sedikit justru yang melarangnya.

 

Ulama-ulama yang membolehkan dan bahkan mengnjurkan adzan mayit ketika dimasukan ke liang lahat dan setelah dibukankan ikatan-ikatan kain kafannya, beralasan bahwa itu diqiyaskan dengan adzan bagi bayi yang baru lahir.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement