REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Federasi Sepak Bola Brasil (CBF) mengutuk keras ulah sejumlah pihak yang dianggap melakukan pelecehan rasial terhadap Richarlison, tepatnya saat Brasil menghadapi Tunisia di partai uji coba, Rabu (28/9/2022) dini hari WIB. Insiden ini terjadi pasca Richarlison mencetak gol kedua Brasil dalam laga di Stadion Parc de Princess, Paris, tersebut.
Penyerang Tottenham Hotspur itu mendapatkan lemparan pisang kala merayakan gol pada menit ke-19. Lemparan buah pisang kerap dianggap sebagai gestur melecehkan seseorang berdasarkan ras dan warna kulit. Laga itu berujung pada kemenangan besar Tim Selecao atas Tunisia, 5-1.
Insiden ini pun mendapatkan perhatian dari Federasi Sepak Bola Brasil (CBF). Dalam unggahan di akun media sosial resmi, CBF menyatakan insiden ini merupakan kesekian kali kasus pelecehan rasialis terjadi di sepak bola. Unggahan ini dilengkapi CBF dengan foto Richarlison dan sebuah pisang yang berada di permukaan rumput.
''Setelah gol kedua Brasil, pisang dilempar ke arah Richarlison. CBF menegaskan kembali sikap melawan semua diskriminasi dan dengan keras menolak episode terbaru kasus rasialisme di sepak bola ini,'' tulis pernyataan resmi CBF seperti dilansir BBC Sports International.
Presiden CBF, Ednaldo Rodrigues, yang hadir secara langsung di Stadion Parc de Princess pun tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya atas insiden ini. Rodrigues kemudian meminta semua pihak berwenang untuk bisa mencari pelaku dan memberikan hukuman yang setimpal.
''Kali ini, saya melihatnya sendiri dengan mata kepala saya. Kita harus ingat, kita semua sama tanpa memandang ras, agama, dan warna kulit. Perang melawan rasialisme harus menjadi dasar dari upaya menghentikan perilaku seperti ini. Untuk itu, hukumannya harus lebih berat,'' ujar Ednaldo seperti dikutip di akun media sosial CBF.
Hal senada diungkapkan oleh Richarlison. Eks penyerang Everton itu mengunggah sejumlah pesan terkait insiden tersebut di akun media sosialnya. Menurutnya, pelecehan rasialisme akan terus berlanjut dan tidak akan pernah hilang apabla tidak ada sanksi yang benar-benar tegas dari otoritas berwenang.
''Apabila hanya sejauh kata-kata, dan mereka tidak memberikan hukuman, kondisinya akan terus seperti ini. Hal ini terus terjadi setiap hari dan di manapun,'' tulis Richarlison.