Kamis 29 Sep 2022 21:15 WIB

MK Jelaskan tidak Gelar Sidang Pembuktian Atas Gugatan PKS

PKS kecewa karena MK langsung menolak gugatan presidential threshold.

Rep: Febryan. A/ Red: Ilham Tirta
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan putusan sidang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (29/9/2022). Majelis hakim konstitusi memutuskan menolak permohonan dari pemohon yakni dari Partai Keadilan Sejahtera terkait uji materiil UU Pemilu mengenai persoalan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan putusan sidang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (29/9/2022). Majelis hakim konstitusi memutuskan menolak permohonan dari pemohon yakni dari Partai Keadilan Sejahtera terkait uji materiil UU Pemilu mengenai persoalan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang putusan atas gugatan yang dilayangkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terkait presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 20 persen pada hari ini, Kamis (29/9/2022). Sebelum putusan dibacakan, pihak PKS mengaku kecewa lantaran sidang putusan digelar tanpa didahului dengan sidang pembuktian dalil.

Hakim MK mengungkapkan, alasan tidak adanya pembuktian dalil adalah karena permohonan yang diajukan PKS sudah jelas. "Menimbang bahwa oleh karena permohonan a quo telah jelas, maka Mahkamah berpendapat tidak terdapat urgensi maupun kebutuhan untuk mendengar keterangan pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 UU MK," kata Hakim Konstitusi, Aswanto saat sidang putusan di ruang sidang MK, Jakarta.

Baca Juga

Lebih lanjut, kata Aswanto, Mahkamah juga sepakat tidak mempertimbangkan keterangan dari pihak terkait, yakni Arief Agus Djunarjanto dan kawan-kawan sejumlah 67 orang. Sebab, keterangan mereka tidak ada relevansinya untuk dipertimbangkan sebagai pihak terkait.

"Karenanya, Mahkamah tidak memanggil/menghadirkan pihak terkait untuk didengar

keterangannya," kata Aswanto.

Sehari sebelum sidang putusan itu digelar, kuasa hukum PKS, Zainudin Paru mengaku kaget, kecewa, sekaligus sedih mengetahui tak ada proses pembuktian dalam proses persidangan gugatan. "Seyogianya setelah proses sidang pemeriksaan pendahuluan, dilakukan pembuktian atas dalil yang kami sampaikan sebagai pemohon, misalnya dengan menghadirkan ahli yang telah kami siapkan. Ini kok bisa langsung sidang pembacaan putusan. Kami sangat kaget dengan cara kerja MK yang seperti ini," kata Zainudin dalam keterangannya.

Ditolak

Gugatan yang dilayangkan PKS ini menguji konstitusionalitas Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal itu mengatur bahwa pencalonan presiden dan wakil presiden bisa dilakukan jika partai politik (parpol) atau gabungan parpol punya 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional.

Adapun PKS memohon agar presidential threshold diubah menjadi 7-9 persen kursi DPR.

MK menolak gugatan tersebut. "Amar putusan, mengadili menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (29/9/2022).

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan penentuan angka presidential threshold merupakan kebijakan terbuka atau open legal policy. Penentuannya adalah ranah pembuat undang-undang, yakni DPR dan Presiden. Bukan ranah MK.

"Terhadap ketentuan Pasal 22 UU 7/2017 yang mengatur mengenai amabang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh parpol dan gabungan parpol, mahkamah tetap pada pendiriannya, yakni hal tersebut merupakan kebijakan terbuka dalam ranah pembentukan undang-undang," kata Hakim Konstitusi, Envy Nurbaningsih.

Dalam pengambilan putusan atas gugatan PKS ini, ternyata terdapat dua hakim yang menyatakan alasan berbeda (concurring opinion). Concurring opinion berarti hakim setuju dengan keputusan mayoritas hakim, tapi persetujuannya atas alasan berbeda.

Dua hakim itu adalah Suhartoyo dan Saldi Isra. "Hakim Konstitusi Suhartoyo tetap berpendirian sebagaimana putusan-putusan sebelumnya bahwa berkenaan dengan presidential threshold tidak tepat diberlakukan adanya persentase," kata Ketua MK, Anwar Usman. Adapun alasan Saldi Isra tidak dibacakan dalam sidang putusan ini.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاِذَا جَاۤءَهُمْ اَمْرٌ مِّنَ الْاَمْنِ اَوِ الْخَوْفِ اَذَاعُوْا بِهٖ ۗ وَلَوْ رَدُّوْهُ اِلَى الرَّسُوْلِ وَاِلٰٓى اُولِى الْاَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْۢبِطُوْنَهٗ مِنْهُمْ ۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطٰنَ اِلَّا قَلِيْلًا
Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya. (Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu).

(QS. An-Nisa' ayat 83)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement