Senin 03 Oct 2022 21:40 WIB

Psikolog: Korban Insiden Kanjuruhan Rentan Alami Trauma

Korban insiden Kanjuruhan perlu mendapat dukungan psikologis awal.

Red: Nora Azizah
Anggota Aliansi Suporter Klaten mengadakan aksi solidaritas doa bersama untuk korban jiwa tragedi Stadion Kanjuruhan di Monumen Juang 45, Klaten, Jawa Tengah, Senin (3/10/2022) malam. Gabungan dari suporter beberapa klub ini bersama menyalakan lilin dan berdoa. Selain itu juga menyuarakan perdamaian dan mengakhiri rivalitas antarklub di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Anggota Aliansi Suporter Klaten mengadakan aksi solidaritas doa bersama untuk korban jiwa tragedi Stadion Kanjuruhan di Monumen Juang 45, Klaten, Jawa Tengah, Senin (3/10/2022) malam. Gabungan dari suporter beberapa klub ini bersama menyalakan lilin dan berdoa. Selain itu juga menyuarakan perdamaian dan mengakhiri rivalitas antarklub di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua II Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) Ratih Ibrahim menyampaikan bahwa korban dari insiden kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, perlu mendapat pendampingan berupa dukungan psikologis awal (DPA). "DPA adalah sebuah metode untuk membantu seseorang dalam kondisi distress agar mereka merasa tenang dan didukung guna mengatasi tantangan atau permasalahan mereka dengan lebih baik," kata Ratih saat dihubungi di Jakarta, Senin (3/10/2022).

Ratih menjelaskan bahwa korban dari insiden Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) malam tersebut sangat rentan mengalami trauma, yakni luka psikologis yang dialami seseorang akibat peristiwa atau musibah. "Semakin mengerikan peristiwanya semakin besar dalam intens traumanya. Yang mengalami tidak hanya yang secara langsung mengalami, mereka yang ada di sana, menonton pun bisa tetap terdampak," ujarnya.

Baca Juga

Bagi korban, yakni orang yang mengalami langsung dan berada di tempat sebuah peristiwa terjadi, lanjutnya, maka potensi trauma yang dimiliki akan amat sangat besar. Bentuk trauma tersebut bisa berupa pengalaman syok yang beragam dengan level kengerian yang berbeda pada setiap orang.

"Ada yang mungkin menjadi histeris, dihantui ketakutan yang intens terhadap stimulus tertentu. Ada yang sampai secara fisik juga terpengaruh semisal jadi lunglai, jantungnya berdebar-debar kencang, berkeringat dingin dan lainnya," jelasnya.

Ratih mengakui penanganan trauma tidaklah mudah, baik bagi korban dan keluarga korban. Kendati demikian pendampingan dan pertolongan yang empatik, komprehensif serta menyeluruh kepada korban, tetap harus diberikan.

Para psikolog klinis di bawah koordinasi Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) wilayah Jawa Timur, disebutnya, telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk turun tangan membantu memberikan dukungan psikologis awal bagi para korban dan keluarganya yang dilakukan di Rumah Sakit Wava Husada.

"IPK Indonesia turut berduka atas tragedi yang terjadi dan berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan psikologis yang dibutuhkan. Semoga para korban segera pulih baik secara fisik maupun psikologis," ucapnya.

Adapun berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Malang pada Minggu sore (2/10/2022), insiden kerusuhan akibat pertandingan sepak bola Liga 1 tersebut menewaskan 131 orang. Sementara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendata di antara para korban sedikitnya ada 17 anak yang meninggal dan tujuh anak mengalami luka-luka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement