REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustadz Adi Hidayat (UAH) menyebut Muhammadiyah memiliki arti dan makna yang besar. Salah satunya adalah mempraktikkan dan mengimplementasikan nilai ritual dalam konteks ibadah sosial.
"Berkaca pada Nabi Muhammad SAW, secara kemanusiaan, secara sosial, dengan nama itu rajutlah hubungan dengan siapapun, terutama dalam konteks bernegara dan berbangsa. Dalam konteks Muhamamdiyah, jangan batasi pergaulan hanya pada orang Islam," ucap dia dalam kegiatan Tabligh Akbar Semarak Muktamar 48 Muhammadiyah 'Aisyiyah, Sabtu (8/10/2022).
Beberapa sifat baik sosial dari Rasulullah antara lain, menengok orang sakit, menyantuni fakir miskin, hadir bersama orang-orang yatim. Jika ingin mengikuti sifat-sifat baik sosial yang dilakukan Nabi Muhammad, UAH menyebut maka tinggal menambahkan kata 'ya' di ujungnya.
"Satukan kata Muhammad, ya nisbah dan ta, maka jadilah Muhammadiyah," lanjutnya.
Ketika diberi nama Muhammadiyah, UAH pun menyebut hal ini bukan sekadar tanpa makna. Bagi siapapun yang menyatakan dirinya adalah kader, simpatisan dan penggembira Muhammdiyah, maka ada komitmen untuk bermuhamamdiyah, yaitu menjadi manusia yng baik, gemar berbagi, perhatian, tidak berbuat curang, tidak korupsi, tidak membuat hoaks dan tidak terpolarisasi.
KH Ahmad Dahlan tidak menuliskan Ahmadiyah, karena sebagai seorang Muslim sudah pasti punya hubungan baik dengan Allah SWT. Tidak mungkin seorang Muslim tidak shalat dan tidak taat pada-Nya. Namun persoalannya, apakah setiap yang shalat benar shalatnya dan apakah setiap yang benar ritualnya bagus dalam ibadah sosialnya?
UAH pun menyebut nama Muhammadiyah ini memiliki kesan untuk mempraktikkan dan mengimplementasikan nilai ritual, dalam konteks ibadah sosial. Warga Muhammadiyah disebut tidak hanya patut bangga dengan apa yang dicapai Muhamamdiyah secara persyarikatan, tapi sifat itu mesti melekat secara personil.
"Kehidupan di bangsa ini krisis ber-Muhammadiyah. Bukan dalam nama persyarikatan, tapi dalam etika dan moral. Maka, Muktamar ini harus mengembalikan jati diri kita untuk menginspirasi kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri yang kita cintai ini," ujar UAH.
Ia pun menyebut harus ditanamkan dalam hati tidak ada kader Muhammadiyah yang korupsi, terpolarisasi, dekat dengan radikalisme dan nama-nama selain-Nya. Menjelang Muktamar yang digelar di Solo bulan depan, sebelum menginspirasikan kepada masyarakat luas, ia mengajak warga Muhammadiyah untuk menanamkan dulu bermuhammadiyah itu dalam jiwa. Maka, ke depan Muhammadiyah akan marak dan menyemarakkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Karena itu jaga pesan KH Ahmad Dahlan, hidup hidupkanlah Muhammadiyah jangan cari hidup di muhammadiyah," katanya,
UAH lantas menyebut tidak mungkin Muhammadiyah bisa wujud, jika pengelolanya bergeser visi. Alih-alih menghidupi, pengurus yang malah mencari hidup di Muhammadiyah tidak akan muncul kekuatannya, tidak akan muncul syiar ketinggiannya.