REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar toksikologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dr Shoim Hidayat menjelaskan paparan gas air mata tidak secara langsung menjadi penyebab kematian seseorang, seperti pada korban tragedi Kanjuruhan. Komplikasi paparannyalah yang menyebabkan kematian.
"Kematiannya bukan langsung dari gas air mata, tapi efek iritasinya yang bisa membuat radang hebat," kata dr Shoim di Surabaya, Jawa Timur, Senin (17/10/2022).
Jika korban mengalami radang berat, maka memerlukan waktu yang lama untuk sembuh. Kondisi itu bisa mengakibatkan kecacatan.
Ketika mengenai bagian mata, misalnya kornea, maka bisa menimbulkan gangguan penglihatan, bahkan kebutaan. Selain itu, jika radang berat terjadi pada saluran pernapasan, maka akan terjadi pembengkakan yang akan menimbulkan rasa sesak dan penyempitan saluran pernapasan.
Bahkan, menurut dr Shoim, kondisi korban bisa lebih parah lagi jika penyempitan saluran pernapasan itu disertai dengan rasa nyeri hingga memicu terjadinya sindrom pernapasan akut berat. Hal demikianlah yang menyebabkan orang tidak bisa bernapas sehingga meninggal dunia.
"Belum lagi kalau gas air mata dilepaskan di ruangan sempit, tertutup, di mana kandungan oksigen berkurang," jelas dr Shoim.
Menurut dr Shoim, gas air mata terbuat dari senyawa-senyawa kimia seperti chlorobenzylidenemalononitrile (CS), diphenylaminechlororarsine (DM), dibenzoxazepine (CR), chloroacetophenone (CN), serta semprotan merica atau Oleoresin capsicum. Dari bahan-bahan tersebut, yang paling banyak digunakan dan diproduksi oleh PT Pindad adalah chlorobenzylidene malononitrile (CS).
"Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam gas air mata tersebut memiliki sifat dasar iritan yang kuat, sehingga mudah mengiritasi dan merangsang bagian mukosa atau selaput lendir yang ada dalam organ tubuh manusia seperti sklera pada mata, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan," kata dia.
Oleh sebab itu, menurut dr Shoim, organ-organ tersebutlah yang paling mudah terpengaruh oleh efek gas air mata. Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) itu mengatakan tingkat keparahan dari efek yang ditimbulkan oleh gas air mata sangat bergantung pada dua hal, yaitu kadar atau tingkat konsentrasi dan durasi paparan gas air mata itu sendiri.
"Perhatikan tragedi Kanjuruhan. Kalau melihat jumlah gas air mata yang begitu banyak ditembakkan, itu sudah menggambarkan konsentrasi atau kadarnya tinggi. Apalagi kalau itu terjadi di ruang tertutup, mereka yang di tengah lapangan kelihatan baik-baik saja, tapi yang di tribun, itu tertutup, pasti lebih parah," ujar dia.