Rabu 19 Oct 2022 05:53 WIB

Kader Muhammadiyah Harus Jadi Hamba dan Pemimpin yang Baik

Rekonstruksi kader kunci keberlangsungan Muhammadiyah.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. KH. Haedar Nashir, M.Si. ketika hadir pada Hari Bermuhammadiyah 3 dan meresmikan Masjid KH. M. Yunus Anis di Gedung Cendekia Center UMJ, Sabtu (15/10/2022).
Foto: istimewa
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. KH. Haedar Nashir, M.Si. ketika hadir pada Hari Bermuhammadiyah 3 dan meresmikan Masjid KH. M. Yunus Anis di Gedung Cendekia Center UMJ, Sabtu (15/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Kader Muhammadiyah harus menjadi hamba yang baik dan mampu menjadi khalifah di bumi. Hal itu ditegaskan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Profesor Haedar Nashir dalam Seminar Nasional dan Rapat Koordinasi Nasional ke-5 Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah, Selasa (18/10/2022).

Haedar menilai, rekonstuksi kader merupakan langkah penting. Sebab, hal ini termasuk kunci keberlangsungan Muhammadiyah, Islam, bahkan bangsa tergantung pada manusianya. "Maka, dalam Muhammadiyah, kader memiliki peran penting, manusia terpilih dan disebut dengan anak panah Muhammadiyah," kata Haedar dalam pesan resmi yang diterima Republika.

Baca Juga

Peran kader terpilih juga tertuang dalan konstruksi Islam dalam risalahnya. Dijelaskan Haedar, Allah memberikan peran dua figur pada manusia. Pertama, yakni sebagai abdullah atau hamba Allah yakni manusia baik yang selalu taat pada tuhan tanpa syarat. Kemudian yang kedua adalah sebagai khalifah di bumi yang diragukan oleh malaikat karena memiliki potensi kontroversi.

“Meski begitu, figur khalifah juga memiliki kelebihan untuk memakmurkan semesta dan bumi. Khalifah juga dinamis dan progresif meski sesekali melakukan kesalahan,” ungkapnya.

Menurutnya, seorang muslim tidak hanya harus baik tetapi juga bisa berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Itulah yang dimaksudkan dalam hadits sebagai manusia yang paling baik adalah manusia yang bermanfaat.

Haedar menegaskan, paradigma ini yang harus dipahami. Dengan kata lain, terkait bagaimana Muhammadiyah merekonstruksi dan mengubah pola pikir tentang kader. Kemudian bagaimana seorang kader bisa mencerminkan dan memadukan figur abdullah dan khalifah fil ardh di berbagai macam identifikasi duniawi. Salah satunya yakni dalam dunia pendidikan.

“Maka, dalam agenda inilah saat yang tepat untuk memformulasikan sistem perkaderan untuk menciptakan manusia yang tidak hanya baik dan bersih sebagai hamba, tapi juga manusia yang memahami potensi dan bermanfaat,” ungkap Haedar.

Pada kesempatan yang sama, Rektor UMM Fauzan menilai, Rakornas ini bukan menjadi agenda rutin semata. Sebab, menurutnya, hal yang rutin bisa membuat terlena dan akhirnya lupa diri. Mestki memang ini menjadi ritual organisasi Fauzan menekankan, para peserta memaknainya sebagai sesuatu yang tidak biasa-biasa saja.

“Harapan besarnya yakni mampu melakukan perubahan mindset dalam mendesain dan mengembangkan sistem perkaderan Muhammadiyah sesuai dengan apa yang dibutuhkan di masa depan,” kata rektor asal Kediri itu.

 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement