REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- Kaum santri selama ini identik dengan sarung. Tidak hanya digunakan untuk sholat, sarung juga kerap dikenakan santri dalam kegiatan sehari-hari. Sebagai kekayaan budaya yang tidak dimiliki bangsa dan negara lain, sarung juga memiliki banyak makna bagi santri.
Direktur Program dan Pemberdayaan Laznas Baitul Maal Hidayatullah (BMH), Ustaz Zainal Abidin mengatakan, santri dan sarung tidak bisa dipisahkan. Dalam kesehariannya, kata dia, santri bahkan selalu beraktivitas menggunakan sarung, kecuali dalam acara-acara resmi tertentu.
“Nah, sarung ini secara filosofis memiliki banyak makna mendalam. Pertama, sarung ini bagian dari pelestrarian budaya,” ujar Ustaz Zainal dalam acara Talk Show Peringatan Hari Santri Nasional 2022 yang digelar BMH secara hybrid di Pondok Pesantren Daarul Qur’an Al Kautsar, Bogor, Sabtu (22/10/2022).
Selain itu, menurut dia, sarung juga menjadi simbil kesahajaan kaum santri. Menurut dia, sarung itu menunjukkan bahwa santri memiliki kesederhanaan dan akhlak mulia. “Sarung itu menandakan kesahajaan. Ibaratnya tidak mungkin orang pakai sarung mau petakilan,” ucap dia.
Kemudian, lanjut dia, sarung juga memiliki makna jauh dari keserakahan. Karena itu, menurut dia, sarung didesain tidak memiliki kantong. Lebih jauh, sarung juga multifungsi karena sarung juga bisa dijadikan selimut bagi para santri.
“Sarung ini bagi santri sangat strategis karena sarung ini bagi santri multifungsi. Selain dipakai shalat, sarung juga bisa dipakai untuk tidur sebagai selimut ketika musim hujan misalnya,” kata dia.
Selain identik dengan sarung, tambah dia, kaum santri juga identik dengan semangat NKRI. Namun, jika dulu santri memiliki spirit untuk melawan penjajah, kini santri juga harus memiliki semangat untuk melawan pengaruh buruk budaya Barat dan semangat untuk terus memperdalam ilmu agama atau tafaqquh fiddin.
“Maka ini (peringatan hari santri) semangat momentum bagaimana santri-santri Indonesia hari ini bangkit untuk Indonesia yang maju dan berdaya,” jelas Ustaz Zainal.
Sementara, Pakar Pendidikan Islam, Ustaz Tasrif Amin menegaskan bahwa hal pertama yang ditekankan kepada santri di pesantren adalah tentang kemandirian. Karena, menurut dia, sejak kecil Rasulullah SAW dalam sejarahnya juga sudah dikenalkan dengan kemandian.
“Ayah beliau meninggal sebelum lahir. Kemudian, ibunya juga meninggal saat usianya enam tahun. Itu lah mandiri, melepaskan ketergantungan terlalu banyak kepada manusia. Itulah kenapa pesantren masih lebih baik dari yang lain dalam rangka untuk mendirikan bagaimana santri ini bejalan hidup secara mandiri,” kata UStaz Tasrif dalam acara yang sama.