Selasa 25 Oct 2022 12:05 WIB

Petaka Bernama Dietilen Glikol, Penyebab Gangguan Ginjal Akut pada Anak

Kasus kontaminasi DEG/EG ini bisa berasal dari ikutan sejak dari bahan baku awal.

Seorang apoteker menunjukkan obat sirup di apotek Villa Duta di Bogor, Jawa Barat, Indonesia, 22 Oktober 2022. Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengumumkan larangan semua sirup resep dan obat cair serta obat bebas penjualan karena lebih dari 130 anak meninggal sepanjang tahun ini karena cedera ginjal akut setelah lebih dari 240 kasus terdeteksi di 22 provinsi.
Foto: EPA-EFE/BAGUS INDAHONO
Seorang apoteker menunjukkan obat sirup di apotek Villa Duta di Bogor, Jawa Barat, Indonesia, 22 Oktober 2022. Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengumumkan larangan semua sirup resep dan obat cair serta obat bebas penjualan karena lebih dari 130 anak meninggal sepanjang tahun ini karena cedera ginjal akut setelah lebih dari 240 kasus terdeteksi di 22 provinsi.

Oleh : Prof Apt Taofik Rusdiana, M.Si., PhD. (Guru Besar di Departemen Farmasetika dan Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran)

REPUBLIKA.CO.ID, Saat ini publik Indonesia sedang digelisahkan oleh adanya kasus atau kejadian luar biasa terkait munculnya penyakit yang menimpa anak-anak hingga menyebabkan kematian setidaknya saat tulisan ini ditulis adalah sebanyak 133 anak. Dari Penjelasan tim dokter RSCM penyakit ini dinamakan GgGAPA (Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal) karena berbeda dengan Gangguan Ginjal Akut (GGA) yang biasa, setidaknya dari aspek penyebabnya yang pada waktu itu masih dianggap misterius.

Namun belakangan Kemenkes/BPOM sudah menyimpulkan hasil sementara investigasinya penyakit ini disebabkan oleh adanya zat toksik yang dikenal dengan nama Dietilen Glikol (DEG)/Etilen Glikol (EG)/Etilen Glikol Butil Eter dalam tubuh pasien. Kemungkinan besar zak toksik itu masuk ke dalam tubuh saat mengkonsumsi produk obat berbentuk sediaan sirup atau suspensi untuk meredakan demam, batuk dan flu.

BPOM juga mengeluarkan edaran tentang penarikan 5 produk obat berbentuk sirup dari 3 pabrik yaitu termorex sirup (PT Konimex), Flurin DMP Sirup (PT Yarindo Farmatama), dan Unibebi Sirup/ Cough Sirup/Demam Sirup (PT. Universal Pharmaceutical Industries). Selain itu Kemenkes juga mengeluarkan rilis 102 produk obat sirup yang dilarang untuk diperjualbelikan untuk sementara hingga proses investigasi selesai dilakukan atau hingga pihak pabrik obat bisa membuktikan produknya tidak mengandung cemaran tersebut. Sementara itu sebelumnya di Gambia keputusan penarikan 4 produk obat batuk produksi Maiden Pharmaceutical, India juga dilakukan setelah hampir 70 anak meninggal yang juga dikaitkan karena adanya kontaminan (cemaran) DEG/EG pada produk tersebut.

Tidak sedikit yang bertanya, mengapa kasus GgGAPA ini dikaitkan dengan produk obat sirup? Bukankah produk tersebut sudah lama beredar dan selama ini kan baik-baik saja? Mengapa baru sekarang muncul? Bagaimana dengan negara lain? Sangat wajar masyarakat awam atau publik bertanya seperti itu.

Dalam bidang farmasi maka kasus ini sangat mungkin terjadi kapan saja dan di mana saja sebagai kasus kontaminasi bahan farmasi (pharmaceutical contaminant) yang tentunya kejadiannya tidak sering atau tidak melulu harus terjadi atau bisa bersifat accidental karena suatu sebab. Misalnya kelalaian dalam pemeriksaan cemaran dari ketentuan yang digariskan dalam produksi obat atau bisa jadi cemaran (kontaminan) tersebut baru muncul setelah sekian waktu setelah diproduksi atau didistribusikan atau disimpan sebelum sampai ke konsumen atau saat berada di tangan konsumen.

Penulis menduga kasus kontaminasi DEG/EG ini bisa berasal dari ikutan sejak dari bahan baku awal sebagai impurities (pengotor) atau sebagai degradan (produk hasil uraian karena faktor stabilitas) dari bahan-bahan tambahan produk sirup yang biasa digunakan untuk membantu kelarutan semisal gliserin, sorbitol, propilen glikol atau polietilen glikol. Pedoman yang tercantum dalam Farmakope Indonesia sendiri sudah jelas tertera bahwa cemaran DEG/EG pada produk farmasi tidak boleh lebih dari 0,1% atau 0,25% tergantung bahan yang digunakan. Dengan demikian investigasi harus dilanjutkan agar kejadian ini tidak berulang meliputi apakah sumber kontamintan, berasal dari tahap mana kontaminta terjadi dan faktor-faktor apa yang dapat menyebabkan proses degradasi bahan pembantu yang uraiannya bisa berupa DEG/EG tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement