REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP), IPB University melalui Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM) 2022 menyelenggarakan kegiatan magang dosen bekerja sama dengan PT Sasa Inti. Dalam kesempatan ini, salah seorang dosen ITP IPB, Prof Hanifah Nuryani Lioe menyampaikan mengenai 'Peran MSG dalam Makanan serta Takaran Penggunaannya yang Benar'.
Kegiatan dilaksanakan pada 12 Oktober 2022 di Studio Kreasi Sasa, Jakarta. Dalam kegiatan ini, Prof Hanifah melakukan knowledge sharing tentang MSG kepada PT Sasa Inti dan masyarakat umum.
Menurut Prof Hanifah, MSG adalah monosodium glutamat yang telah ditemukan di Jepang sejak 1908. Nama kimia sistematiknya adalah mononatrium L-glutamat.
"Penggunaan MSG telah diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 11 Tahun 2019 sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) Penguat Rasa, serta penggunaannya wajib dicantumkan dalam label pangan olahan apabila MSG ditambahkan dalam formulasi pangan tersebut," kata Prof Hanifah dalam siaran pers, Kamis (27/10/2022).
Ia melanjutkan, MSG dapat menguatkan rasa atau meningkatkan rasa gurih daging, keju, dan pangan berbasis rasa savoury. "Hal ini karena MSG bersinergi dengan senyawa dalam pangan seperti inosinat dan guanilat serta senyawa lainnya, dengan adanya garam NaCl. MSG sendiri mempunyai rasa, yaitu rasa umami atau rasa seperti daging (meat like), yang merupakan rasa dasar kelima, selain asin, asam, manis dan pahit, karena MSG memiliki reseptor sendiri pada permukaan lidah," katanya.
Prof Hanifah memaparkan, rasa dasar kelima ini baru diperkenalkan sekitar 25 tahun terakhir sejak reseptor rasa umami ditemukan. Rasa umami MSG dapat dikenali mulai dari konsentrasi 120 mg/L atau 120 mg/kg pangan (atau 1,2 gram per 10 kilogram pangan) yang disebut sebagai ambang batas rasa MSG atau umami threshold. (https://www.youtube.com/watch?v=LS83WcRjK5g)
Pangan yang berasa savoury atau gurih seperti sup, kata dia, sewajarnya memiliki konsentrasi MSG sekitar 5-10 kali ambang batas MSG atau sekitar 0,6-1,2 gram per kilogram pangan atau paling tinggi sekitar 20 kali ambang batas MSG yaitu 2,4 gram per kilogram pangan.
"Apabila pangan memiliki konsentrasi MSG 25-50 kali ambang batas atau 3,0-6,0 gram per kilogram pangan maka rasa MSG tidak hanya berasa umami, namun juga terdapat rasa asin," ujarnya.
Dalam larutan air dan pangan, MSG akan larut sebagai ion sodium (atau ion natrium atau ion Na) dan ion glutamat. Ion glutamat berasal dari asam glutamat yang berasa asam, tetapi bila dengan adanya garam NaCl, larutan asam glutamat dan garam NaCl menjadi berasa umami di atas ambang batas rasa umami. Kedua ion ini terdapat dalam tubuh dan terdapat dalam pangan secara alami baik dari sumber hewani maupun nabati. Asam glutamat merupakan asam amino alami, dan termasuk asam amino non esensial yang dapat dibentuk dalam tubuh.
Dari percobaan hewan, asam glutamat bebas terutama ditemukan dalam tubuh hewan di bagian otak, otot (muscle) dan liver. Sumber MSG dari bahan hewani seperti daging, ikan, telur dan seafood, sedangkan bahan nabati seperti tomat, kentang, jamur merang, jamur kancing, kacang-kacangan, rumput laut kombu dan sebagainya. MSG juga terdapat dalam protein nabati terhidrolisis atau HVP (Hydrolyzed Vegetable Protein) (sekitar 12 persenberat kering) seperti acid-HVP yang terbuat dari protein kedelai hasil hidrolisis asam HCl, karena protein kedelai mengandung asam glutamat dalam rantainya, sehingga apabila rantainya dipecah/dihidrolisis, maka asam glutamat akan dibebaskan dan memberikan rasa umami.
MSG juga terdapat dalam ekstrak ragi atau yeast extract (sekitar 4,4 persen) yang sering digunakan sebagai bahan baku seasoning atau bumbu kaldu. Demikian pula kaldu jamur kancing mengandung MSG sekitar 2,2% berat kering. MSG dalam ekstrak ragi dan kaldu jamur kancing bersinergi dengan inosinat dan guanilat (IMP dan GMP atau I dan G) memberikan rasa umami hingga ratusan kali lipat tingkat umami dari MSG sendiri.
MSG memiliki acuan nilai acceptable daily intake (ADI) untuk asupan harian sebagai “not specified” atau “tidak dinyatakan”. Ini berarti MSG adalah bahan yang aman. Meskipun demikian MSG mengandung natrium yang dapat memicu darah tinggi atau hipertensi apabila dikonsumsi dalam jumlah tinggi.
Apabila MSG dijual dalam bentuk kristal dengan kemurnian 99 persen seperti umumnya terdapat di Indonesia, maka kadar natriumnya sekitar 13,5 persen dari berat MSG. Jumlah MSG sebesar 15 gram (sekitar satu sendok makan) per hari apabila dikonsumsi maka telah memiliki natrium 2 gram, yaitu 100 persen anjuran asupan maksimum untuk natrium per hari menurut Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 agar terhindar dari hipertensi.
"Penggunaan MSG sebesar ini harus dihindari, sebab natrium terdapat secara alami dalam bahan pangan, dan apabila ditambahkan garam dapur dalam pangan yang dikonsumsi, maka asupan natrium berlebihan dan berisiko hipertensi," katanya.
Dalam sebuah studi di daerah Jakarta dan Bogor, asupan MSG rata-rata sekitar 2,0-2,1 gram per orang per hari. Dalam asupan MSG rata-rata ini terkandung makna asupan natrium sebesar 14 persen dari anjuran dalam Permenkes di atas.
"Hal ini masih dapat diterima untuk konsumsi jangka panjang yang aman dari terkena risiko hipertensi. Penggunaan MSG juga dibuktikan dewasa ini untuk mengurangi asupan garam NaCl atau garam dapur karena senyawa ini dapat meningkatkan intensitas rasa asin dari garam dapur. Pengurangan garam bisa sekitar 32 persen dari penggunaan garam yang normal," tutupnya.