Jumat 28 Oct 2022 07:50 WIB

Majikan Siksa PRT, Disiram Air Cabai dan Dipaksa Tidur Telentang

Bahkan kesepakatan gaji sebesar Rp 1,8 juta per bulan, cuma diterima Rp 450 ribu.

Rep: Ali Mansur/ Red: Agus Yulianto
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Endra Zulpan.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Endra Zulpan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nahas menimpa pekerja rumah tangga (PRT) berinisial RNA (18 tahun) asal Cianjur, Jabar. Dia diduga mengalami siksaan yang dilakukan majikannya di Duren Sawit, Pondok Kelapa, Jakarta Timur. 

Korban berasal dari Cianjur itu diduga mengalami tindak penyiksaan, seperti disiram dengan air cabai sampai disuruh tidur di lantai dalam kondisi telanjang. Saat ini, Polda Metro Jaya masih menyelidiki kasus dugaan penyiksaan terhadap PRT tersebut.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengatakan, saat ini penyidik sedang melengkapi administrasi penyidikan (mindik) terkait dugaan kasus penganiayaan tersebut. Rencanannya, penyidik akan memanggil korban RNA untuk dimintai keterangan pada Jumat (28/10).

"Korban saat ini sedang dalam penanganan medis di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto. Sekarang kami sedang melengkapi mindik," ujar Zulpan kepada awak media, Kamis (27/10).

Dia mengatakan, BAP bakal dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto, Senen, Jakarta Pusat. Menurutnya, dokter yang merawat korban kemarin belum bisa dimintai keterangannya karena perlu istirahat. 

Karena itu, Polisi minta waktu sampai pemeriksaan terhadap yang bersangkutan rampung untuk membeberkan hasilnya. "Karena kemaren masih belum bisa dimintai keterangan dan dari dokter minta waktu tiga hari untuk korban supaya beristirahat dahulu," ujar Zulpan.

Sebelumnya, korban RNA yang mengalami tindak kekerasan oleh majikan saat bekerja, mengadu ke Kantor Staf Presiden di Jakarta, Selasa (25/10). Korban datang didampingi pamannya, Ceceng, dan aktivis dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), dan diterima langsung Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.

Kepada Moeldoko, Askia mengaku, menjadi korban kekerasan oleh majikannya berupa penyiksaan secara fisik maupun psikis, seperti pemukulan, disiram dengan air cabai, hingga kekerasan verbal berupa ancaman-ancaman. Bahkan, korban juga mengaku tidak mendapatkan hak penuh atas pekerjaan yang sudah dia lakukan.

Di awal korban yang masih berusia remaja itu dijanjikan bakal mendapatkan gaji sebesar Rp 1.800.000 per bulan. Namun faktanya, selama enam bulan bekerja ia hanya mendapatkan Rp 2,7 juta atau cuma Rp Rp 450 ribu per bulannya. 

Jumlah gaji yang jauh dari kesepakatan itu disebut akibat selalu dipotong majikan setiap dia melakukan kesalahan. “Satu bulan saya digaji satu juta delapan ratus. Tapi selalu dipotong kalau saya melakukan kesalahan. Enam bulan kerja, saya hanya bisa bawa pulang uang dua juta tujuh ratus saja bapak,” keluh RNA. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement