Jumat 28 Oct 2022 23:32 WIB

Jembatan di Sungai Cigadung Roboh, Dompet Dhuafa: Warga Butuhkan Jembatan Penghubung

Jembatan itu merupakan satu-satunya akses pintas yang biasa digunakan warga desa

Rep: rossi handayani/ Red: Hiru Muhammad
 Jembatan andalan warga di Sungai Cigadung yang membelah Dusun Bantargadung Girang dan Dusun Kubang di Desa Bantargadung telah roboh diterjang luapan air sungai, pasca hujan deras yang mengguyur wilayah Sukabumi.
Foto: istimewa
Jembatan andalan warga di Sungai Cigadung yang membelah Dusun Bantargadung Girang dan Dusun Kubang di Desa Bantargadung telah roboh diterjang luapan air sungai, pasca hujan deras yang mengguyur wilayah Sukabumi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jembatan andalan warga di Sungai Cigadung yang membelah Dusun Bantargadung Girang dan Dusun Kubang di Desa Bantargadung telah roboh diterjang luapan air sungai, pasca hujan deras yang mengguyur wilayah Sukabumi.

Jembatan itu merupakan satu-satunya akses pintas yang biasa digunakan untuk kebutuhan masyarakat. Seperti berangkat sekolah, mencari nafkah, pergi mengaji, pergi ke rumah sakit, hingga urus administrasi kependudukan.

Baca Juga

Salah satu Tim Recovery DMC (Disaster Management Center) Dompet Dhuafa, Erwandi Saputra mengatakan, bagi masyarakat Desa Bantargadung, jembatan bukan hanya sekedar jalan, akan tetapi juga penghubung ilmu pengetahuan, penghubung rezeki, dan penghubung kehidupan seluruh warga.

“Mereka sangat berharap, akses andalan untuk menyebrangi Sungai Cigadung ini bisa segera berdiri lebih kokoh lagi. Semoga dengan kebaikan kita bersama, juga mampu menyambung kembali asa warga Dusun Girang dan Dusun Kubang,” kata Erwandi, pasca assesment jembatan di Desa Bantargadung, dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.

Berdasarkan laporan, banyak orang melintas antar desa dengan cara menyusuri sungai, meskipun melalui jalan setapak yang terjal dan bebatuan licin. Anak-anak sekolah, petani, pedagang, juga mereka yang hendak menuju desa dan kota yang berada di sebrang.

“Mau gimana lagi? Terpaksa harus lewat bawah (sungai). Ada jalan lain, tapi kalau lewat jalan sana jauh banget, bisa lima Kilometer jalan kaki, jalanannya rusak, dan naik-turun. Kalau pakai ojek motor harus ongkos Rp 25 ribu sekali jalan, pulang-pergi Rp 50 ribu. Itu belum ongkos yang lain,” kata salah satu warga Dusun Kubang, Mumuh (50 tahun) setelah melintasi Sungai Cigadung.

Memiliki mata pencaharian sebagai Pedagang Ikan Cue, Mumuh harus menjajakan dagangannya ke daerah pasar Sukabumi setiap dua hari sekali. Berangkat jam 04.00 pagi dan kembali pulang jam 09.00 malam, ia lakoni melewati jembatan tersebut. Namun, sejak jembatan andalan itu rusak, ia harus tetap menyusuri sungai kala gelap.

“Sebelum (jembatan) rusak, waktu hujan itu airnya terus meluap. Sekolah anak-anak terpaksa diliburkan, yang mau berangkat jualan juga gak bisa nyebrang karena arusnya deras. Hingga akhirnya banjir menerjang jembatan,” kata Mumuh.

Ia juga bercerita, suatu hari ada Pedagang Ikan Cue lain yang melewati jembatan menggunakan sepeda motor. Baru berjalan beberapa meter, motor si pedagang itu tersangkut di sela-sela papan bolong jembatan. Sementara dagangannya, ikan cue, yang sudah siap dijual, jatuh berhamburan ke sungai.

Beberapa kali perbaikan pernah warga upayakan, mulai dari menambah tumpukan karung pasir untuk menahan longsoran tanah, hingga mengganti papan kayu menjadi bambu. Namun, sejak dibangun tahun 2017, kerusakan kali ini merupakan yang paling parah.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement