Sabtu 29 Oct 2022 08:02 WIB

Apindo Jabar Sebut 73 Ribu Karyawan Telah di PHK, Harus Ada Win Win Solution

BPJS telah mencatat adanya ratusan ribu pekerja yang telah mengajukan klaim JHT.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik menggelar pertemuan dengan pengusaha lintas sektoral di Bandung, Jumat malam (28/10).
Foto: Istimewa
Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik menggelar pertemuan dengan pengusaha lintas sektoral di Bandung, Jumat malam (28/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta para pengusaha agar tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas dari kondisi global yang kian tak menentu. Sejak Januari 2022 hingga pertengahan Oktober 2022 Apindo telah mencatat terjadinya PHK sebanyak 73 ribu karyawan. 

Hal tersebut, Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik, belum termasuk angka dari perusahaan yang tidak tergabung dalam Apindo. Selain itu, BPJS sendiri telah mencatat adanya ratusan ribu pekerja yang telah mengajukan klaim JHT. 

"Angka PHK tersebut dikhawatirkan akan terus naik, karena terjadinya pengurangan order baik di textile, garment, maupun sepatu di tahun depan," ujar Ning saat menggelar pertemuan dengan pengusaha lintas sektoral di Bandung, Jumat malam (28/10).

Apindo berharap, kata Ning, ada win win solution antara pengusaha dan pekerja agar iklim industri di Indonesia tetap terjaga. Salah satu caranya, bisa menggunakan sistem pengurangan jam kerja dengan membayar upah sesuai jam kerja. 

"Dengan demikian akan menjadi win–win solution baik untuk pengusaha dan pekerja. Nanti tidak ada PHK meskipun penghasilan berkurang," kata Ning.

Solusi tersebut dibuat, kata Ning, setelah adanya keluhan pengusaha terkait turunnya order. Sementara tenaga kerja karyawan tetap harus terus digaji. Karena, untuk melakukan PHK akan menguras biaya serta aset sumberdaya. Nantinya akan butuh waktu lagi untuk melakukan training.

Berdasarkan pembicaraan dengan rekan – rekan pengusaha, kata dia, bahwa order dipangkas hingga setengah kapasitas oleh buyer. Sehingga akan ada guncangan dalam stabilitas industri teruutama yang padat karya. Oleh karena itu, pengusaha harus mampu menggali ide dan gagasan tentang solusi terbaik yang paling sesuai dengan bidang industri masing-masing.

"Sebisa mungkin menghindari PHK lebih jauh, mungkin dengan selang seling hari masuk, mengurangi jam kerja dan lainnya," katanya.

Selain itu, kata dia, pengusaha juga menanyakan terkait upah, dengan beratnya situasi yang dihadapi oleh para pengusaha apalagi sektor padat karya. Karena di sektor ini beban upah sangat signifikan, berbeda dengan sektor padat modal. 

Oleh karenanya, kata Ning, pengusaha memohon supaya Apindo mendiskusikan hal terkait upah padat karya dan dibedakan dengan industri lain karena beratnya beban yang harus ditanggung oleh pengusaha.

Ning mengatakan, pada pertemuan tersebut, pengusaha juga menyinggung tentang ketakutan adanya kenaikan Struktur dan Skala Upah (SSU) yang pada tahun lalu besarannya ditentukan oleh pemerintah dan itu memberatkan pengusaha. 

“Saya tahu situasi investasi dan dunia usaha sangat sedang tidak baik-baik saja dengan order yang tiba tiba berkurang 50 persen di tahun depan pada sektor sepatu dan garmen," katanya.

Sehingga, kata dia, pengusaha sedang ada pada serious survival game, pertarungan hidup mati. "Dengan kondisi demikian saya yakin Pak Gubernur tidak akan gegabah dan tidak akan mengambil langkah-langkah yang semakin melemahkan dunia usaha dan menambah jumlah pengangguran," paparnya. 

Ning meminta pengusaha untuk tetap optimis, namun tidak lupa tetap mawas diri dan realistis. Pengusaha juga dituntut untuk menelurkan ide– ide serta membangun flexibilitas. Sehingga terdapat endurance atau daya tahan dalam menghadapi guncangan usaha dan ekonomi dari waktu ke waktu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement