Ahad 30 Oct 2022 10:39 WIB

Revitalisasi Mangrove, dari Cemoohan Jadi Kebanggaan Warga

PT KPI mendorong solusi tanam bakau dengan sistem Triangle Mangrove Barrier (Trimba)

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Budi Raharjo
Kegiatan CSR penanaman bibit bakau PT Kilang Minyak Pertamina Internasional unit II Sei Pakning di Desa Pangkalan Jambi, Bukit Batu, Bengkalis, Riau, berhasil memulihkan wilayah desa yang terkena abrasi.
Foto: Alkhaledi Kurnialam
Kegiatan CSR penanaman bibit bakau PT Kilang Minyak Pertamina Internasional unit II Sei Pakning di Desa Pangkalan Jambi, Bukit Batu, Bengkalis, Riau, berhasil memulihkan wilayah desa yang terkena abrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKALIS -- Pada 2004 silam, sekelompok warga yang mayoritas nelayan di Desa Pangkalan Jambi, Bukit Batu, Bengkalis, Riau mulai khawatir karena sebagian wilayah desanya telah terkikis abrasi. Sekitar 115 meter wilayah desa telah tergerus air laut. 

Sebagian permukiman warga terpaksa dipindah. Tanaman bakau yang ada di bibir pantai juga tidak lagi mampu menahan derasnya gerusan air laut.

Melihat ini, ketua kelompok yang terdiri dari 11 orang warga itu, Alpan (52 tahun) merasa harus segera bertindak. Dia dan anggota kelompoknya kemudian mulai menanam bakau di bibir pantai secara swadaya. Pikirnya, semakin banyak bakau ditanam, abrasi air laut akan bisa diatasi.

Namun masalah abrasi di desanya ternyata cukup rumit. Sebagian besar warga di sana seringkali menebang pohon bakau untuk dijadikan kayu bakar atau kebutuhan lain. Jadi sebanyak apapun Alpan menanam, bakau tetap tidak mencegah abrasi. Bibit bakau yang dia tanam juga ternyata banyak yang gagal karena kurangnya pemahaman terkait cara tanam yang benar.

Dia kemudian meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau untuk menetapkan pesisir pantai di desanya sebagai zona konservasi mangrove, dan dikabulkan. Berbagai papan informasi larangan penebangan dipasang di banyak tempat. Tapi memang Alpan merasa butuh waktu untuk bisa membuat masyarakat sadar akan lingkungan.

"Tantangan kita memang banyak, masyarakat ngomongnya sembarangan. Apa dulu kalian yang menanam? apa kalian yang berhak?. Itu kami tangani pelan-pelan dan kami informasikan bahwa dilarang menebang mangrove yang ada di pesisir mangrove kita," ujar Alpan berkisah.

Kolaborasi dengan PT KPI

Sejak 2004, Alpan dan kelompoknya menanam bakau secara swadaya dan dengan metode seadanya. Beberapa tanaman berhasil tumbuh baik, tapi masalah ini diyakininya harus diatasi dengan solusi-solusi yang tepat dan efektif. Sehingga pada 2017, dia mulai berkolaborasi dengan program CSR PT Kilang Minyak Pertamina Internasional (KPI) unit II Sei Pakning.

Kolaborasi itu memberikan berbagai inovasi baru yang disebutnya lebih efektif menjadi solusi. Selain bantuan tanaman bakau, PT KPI mendorong solusi sistem Triangle Mangrove Barrier (Trimba) yang belum pernah digunakan kelompoknya. Trimba adalah inovasi modifikasi alat pemecah ombak untuk mencegah lumpur terbawa air laut dan menambah sedimen lumpur sehingga bibit mangrove dapat tumbuh subur.

Inovasi ini berhasil secara signifikan. Kenaikan permukaan sedimen tercatat sekitar 60 hingga 70 sentimeter dan wilayah yang terkena abrasi lambat laun dapat dipulihkan. Sehingga melihat keberhasilan ini, masyarakat desa mulai sadar akan pentingnya mangrove dan menghentikan aktivitas penebangan. Kini, kawasan mangrove di desa telah jadi wilayah ekowisata yang memberi dampak ekonomi pada warga.

"Bangga saya. Yang saya banggakan sekarang masyarakat men-support kegiatan ini. Dari dulunya menebang, sekarang melarang dan ikut andil dalam penanaman. Kalau dulu kami kan dicemooh,"terangnya.

"Mereka sekarang jadi petani sawit. Ada edukasi juga ke sektor yang lebih menguntungkan. Karena sawit kan sebulan dua kali kerja, kalau menebang bakau kan harus setiap hari kerja dan hasilnya sawit lebih menguntungkan,"tambahnya.

Pepatah usaha tidak mengkhianati hasil sepertinya cocok untuk Alpan dan kelompoknya. Selain lingkungan yang mulai pulih, berbagai penghargaan diraih kelompoknya. Berbagai inovasi lanjutan juga, seperti kreasi berbagai produk dari hasil tanaman mangrove, budi daya ikan air tawar-asin hingga jual beli bibit mangrove telah membuat Desa Pangkalan Jambi dikenal secara luas.

"Bangga sekali dengan adanya kawasan mangrove ini. Desa sekarang sudah banyak dikenal, orang-orang penting datang, jadi tempat ekowisata juga. Dampak ekonominya juga kami merasakan,"kata salah seorang warga, Jefri.

Jefri juga menuturkan, wilayah abrasi dulunya merupakan pemukiman warga dan tempatnya bermain saat masih anak-anak. Sehingga pemulihan wilayah abrasi yang dilakukan Alpan dan kelompoknya seperti mengembalikan kenangan masa lalu, bahkan membuatnya lebih baik.

"Sekarang masyarakat sudah peduli, masyarakat sendiri yang meminta ikut kalau ada penanaman mangrove. Anak kecil juga ikut menanam. Ini akan jadi kenangan, oh ini atuk kita atau paman kita dulu yang menanam,"ujarnya.

photo
Kawasan konservasi mangrove di Desa Pangkalan Jambi, Bukit Batu, Bengkalis, Riau. Upaya komunitas setempat untuk mengatasi abrasi telah memulihkan sebagian wilayahnya yang terdampak. - (Alkhaledi Kurnialam)
 

Program Prioritas

Masalah lingkungan di Desa Pangkalan Jambi ini dikatakan Manager Production Sei Pakning, Antoni R Dolokasaribu adalah program CSR prioritas. Hal Ini karena abrasi jadi masalah besar dan mengancam masyarakat di sana.

"Karena ini sudah lebih 115 meter tergerus, tapi sekarang sudah bisa kita lihat lahan bertambah sudah menjorok ke tepi laut sehingga masyarakat bisa memanfaatkan tempat ini, seperti tempat darma wisata. Bisa juga memanfaatkannya, bagaimana yang ditanam ini membuat bermacam makanan seperti dodol, keripik dan lainnya untuk meningkatkan pendapatkan mereka," ujarnya.

Dukungan KPI dikatakannya selama ini adalah dari sisi teknologi penanaman dan pembibitan mangrove yang telah terlihat hasilnya kini. Kondisi saat ini disebutnya tidak akan terjadi juga tanpa kolaborasi dengan pihak-pihak lain seperti akademisi, pemerintah daerah hingga pemerintah pusat.

"Kami bersama masyarakat sangat senang karena masyarakat sangat welcome dan bersinergi dengan kami. Kami tanpa mereka tidak akan ada apa-apa. Sehingga mereka menjadi pahlawan lingkungan yang kita akan cetak dan akan kita teruskan ke pesisir lain,"katanya.

Mengutip dari situs resmi Pemkab Bengkalis, kawasan mangrove Desa Pangkalan Jambi dulunya adalah lahan hutan mangrove terbiarkan yang dimanfaatkan untuk bahan bakar masyarakat dan tempat persinggahan nelayan ketika balik dari menangkap ikan. Namun wiayah ini sekarang menjadi pusat wisata kebanggaan masyarakat desa, bahkan pemerintah daerah.

Kepala Balai Diklat Pemdes Kemendagri Regional Sumatera Irsan, 2021 lalu juga mengatakan wisata mangrove ini akan dijadikan referensi bagi desa-desa pesisir lain di Indonesia terkait penanganan abrasi.

"Dari 23000 desa yang kami bina, baru Desa Pangkalan Jambi yang menjadi referensi ke depan bagi kami di Kemendagri, tentu kedepannya desa ini akan kami bina," jelasnya. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement