Selasa 01 Nov 2022 05:01 WIB

Pakar Sebut Penahanan Nikita Mirzani menjadi Kewenangan Penyidik

Pengajuan permohonannnya penagguhan penahanan ditolak sehingga dia harus tetap di sel

Rep: Mabruroh/ Red: Agus Yulianto
Satreskrim Polresta Serang meringkus selebritas Nikita Mirzani.
Foto: Tangkapan layar
Satreskrim Polresta Serang meringkus selebritas Nikita Mirzani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Artis Nikita Mirzani tersandung kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Dito Mahendra. Nikita pun resmi di tahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang, Banten di Rutan Kelas IIA.

Ibu tiga anak itu kemudian mengajukan penangguhan penahanan melalui pengacaranya. Sayangnya, permohonannnya ditolak sehingga dia harus tetap mendekam di dalam jeruji besi sebelum persidangan dimulai.

Penahanan tersebut lantas mendapatkan kritikan dari sebagian pihak yang menyebutkan, bahwa Kejari dianggap telah mengabaikan revisi undang-undang ITE tahun 2016, agar tidak ada penahanan pada kasus penghinaan dan pencemaran nama baik sebelum diadili.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad mengatakan, bahwa penangguhan penahanan merupakan kewenangan penyidik. Menurutnya, setiap penyidik pasti memiliki pertimbangan sendiri apakah mereka akan mengabulkan permohonan penangguhan penahanan tersangka atau tidak.

“Yang jadi pertimbangan penahanan adalah syarat subyektif dan obyektif dalam KUHAP,” kata dia.

Dalam KUHAP dijelaskan bahwa syarat objektif itu merujuk pada ancaman pidana yang hukumannya adalah 5 tahun atau lebih. Sedangkan syarat subjektif penyidik merujuk pada adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau melakukan pidana lain.

“Ya itu mungkin alasannya, kuatir juga jika akan mempersulit persidangan,” kata Suparji.

Sebagaimana diketahui, Nikita dikenakan Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) atau Pasal 36 Jo Pasal 51 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 19 Tahun 2016, yang menjelaskan tentang perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infromasi dan Transaksi Elektronik dan atau Penistaan (fitnah) dengan tulisan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311 Ayat 1 KUHP.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement