REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam mengarungi rumah tangga memang ada kalanya bahagia, dan ada saatnya mencekam.
Namun di saat mencekam inilah menjadi momen ujian bagi setiap insan untuk senantiasa melewati cobaan tersebut, tanpa mengedepankan amarah, apalagi sampai berbuat kekerasan.
Untuk itu, setiap suami istri sangat penting untuk mengendalikan amarahnya. Lantas bagaimana seorang Muslim mengendalikan amarah dalam kehidupan rumah tangga? Setidaknya ada beberapa hal yang diajarkan dalam Islam tentang amarah ini.
Dalam kitab Minhaj al-Qashidin karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisy yang disyarah dan ditahqiq oleh Syaikh Ridwan Jami' Ridwan, dipaparkan tentang bagaimana mengendalikan amarah yang memuncak.
Pertama, berpikirlah keutamaan menahan amarah, memberi maaf, berlemah lembut, dan mengendalikan diri.
Dalam hadits Bukhari dari jalur riwayat Ibnu Abbas, dikatakan suatu ketika Umar bin Khattab pernah didatangi seseorang lalu orang tersebut menyampaikan bahwa Umar tidak memberinya banyak dan membuat keputusan yang adil untuknya.
Kemudian Umar marah bahkan hampir memukul. Lantas Al-Hurr bin Qais mengingatkan Umar dengan membacakan ayat 199 Surah Al-A'raf. Allah SWT berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
"Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh." (QS Al Araf ayat 199). Mendengar bacaan tersebut, Umar pun mengurungkan niatnya.
Kedua, mengendalikan amarah dengan berwudhu. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
"Marah itu berasal dari setan. Sementara setan diciptakan dari api dan api hanya dapat dipadamkan dengan air. Karena itu, jika di antara kalian ada yang marah segeralah berwudhu.” (HR Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud dan Al-Baghawi)
Rasulullah SAW juga mengajarkan untuk duduk saat sedang marah. Bila belum reda, maka berbaring. Abu Dzar al-Ghifari melaporkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
إذا غضبَ أحدُكم وهو قائمٌ فلْيجلسْ، فإن ذهبَ عنه الغضبُ وإلاَّ فلْيَضْطَجِعْ
"Apabila ada di antara kalian yang marah dalam keadaan berdiri, maka duduklah. Apabila kemarahan tersebut belum juga reda, berbaringlah." (HR Ahmad bin Hanbal)
Ketiga, berpikir tentang penyebab tentang apa hal yang membuatnya tidak mampu mengendalikan amarah.
Setan bisa saja menggoda agar diri kita merasa terhina, terlecehkan, dan turun harga diri karena suatu perkara dalam rumah tangga.
Maka yang bersangkutan harus ingat agar tidak memandang rendah kesabaran di dunia.
Jangan pula khawatir dianggap rendah di hadapan manusia, sementara tidak khawatir dipandang rendah di hadapan Allah SWT.
Bagaimana pun, menahan amarah justru mengangkat derajat seorang hamba di sisi Allah SWT.
Keempat, berpikir tentang akibat yang akan diterimanya jika menuruti hawa nafsu amarahnya. Berpikir akibat-akibat apa saja yang bisa terjadi jika terus melanggengkan permusuhan dan rasa dengki.
Akibat-akibat ini bisa saja menyerang kehormatan diri dan melenyapkan kebahagiaannya. Terlebih, tidak ada pahala yan dihasilkan dari amarahnya.