REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Timur (Jatim) bersama Dinas Pendidikan Jatim dan Putra Sampoerna Foundation, luncurkan gerakan Akselerasi Implementasi Kurikulum Merdeka. Gerakan ini sebagai upaya dalam mewujudkan target 100 persen SMA/SMK dan SLB melaksanakan IKM Mandiri pada Tahun Ajaran 2023/2024.
Adanya gerakan ini, didukung penuh Gubernur Khofifah Indar Parawansa. Saat ini Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) Mandiri untuk SMA/SMK SLB di Jatim adalah terbanyak diantara Provinsi di Indonesia. Dari 4.044 lembaga, sebanyak 77 persen sudah melaksanakan Implementasi Kurikulum Merdeka.
Gerakan Akselerasi IKM Mandiri pun, kata Khofifah juga didukung penuh oleh Kemendikbudristek dan Putra Sampoerna Foundation melalui pelatihan kepada kepala sekolah dan guru tentang IKM bagi PAUD, SD, SMP, SMA/SMK dan SLB yang belum melaksanakan Kurikulum Merdeka.
"Alhamdulillah, seluruh lembaga SMA/SMK dan SLB menunjukkan semangat untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan di Jawa Timur," ujar Khofifah, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, dijelaskan gubernur perempuan pertama di Jatim ini, syarat peserta program Akselerasi IKM yang dilanjutkan dengan webinar pada platform Guru Binar ini cukup sederhana, yaitu satuan pendidikan yang ikut terdiri dari 1 kepala sekolah dan 3 guru dan bukan merupakan sekolah penggerak juga bukan SMK-PK.
Karenanya ia mendorong sekolah-sekolah yang belum melaksanakan untuk menyiapkan diri agar kualitas dan pemerataan pendidikan bisa terwujud. Khofifah juga berharap bupati dan walikota ini juga menyiapkan target 100 persen penerapan IKM Mandiri pada jenjang PAUD/TK, SD dan SMP pada Tahun Ajaran 2023/2024. Sebab saat ini, Jawa Timur masih berada di peringkat 5 penerapan IKM Mandiri bila dihitung dari seluruh jenjang (PAUD SD SMP SMA SMK SLB).
"Kita memang ada diperingkat 1 (satu) nasional untuk penerapan IKM Mandiri tingkat SMA/SMK dan SLB. Tapi jika digabung dengan penerapan IKM Mandiri di tingkat PAUD / TK, SD dan SMP, Jatim masih ada diperingkat 5 (lima) setelah DKI Jakarta, Jabar, Jateng, dan DIY. Jadi diharapkan kepala dinas pendidikan kab/ kota, bupati dan walikota untuk mendorong lembaga-lembaga di bawah naungannya dalam melaksanakan Implementasi kurikulum merdeka secara mandiri," tegas Khofifah, dalam siaran persnya.
Dengan begitu, Jatim akan menjadi pelopor pelaksanaan IKM jenjang PAUD Dikdasmen di Indonesia.
Sementara itu, ditambahkan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Wahid Wahyudi program gerakan akselerasi IKM Mandiri yang bekerja sama dengan Putera Sampoerna Foundation ini ada tiga jenis. Yaitu, tiga jam pembelajaran, 12 jam pembelajaran, dan 32 jam pembelajaran.
"Kita upayakan untuk para guru agar ikut yang 32 jam pembelajaran dengan program guru transformatif. Pelatihan ini gratis dan mereka akan mendapatkan e-sertifikat yang bisa digunakan untuk mengikuti Penilaian Angka Kredit (PAK) sebagai syarat untuk kenaikan pangkat," terangnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal PAUD Dikdasmen Kemdikbudristek, Dr Iwan Syahril menyambut baik adanya kolaborasi yang dilakukan Pemprov Jatim dalam peningkatan kualitas pendidikan, melalui akselerasi IKM Mandiri.
"Dari pertemuan ini ada komitmen gotong-royong, gerakan kita melakukan perubahan pendidikan. Seluruh stakeholder bersama-sama untuk problem solving terkait krisis pembelajaran yang diperparah kondisi pandemi Covid-19", ujarnya.
Kondisi itu dibuktikkan dari hasil assesmen nasional, yang mana literasi masyarakat Indonesia masih 50 persen dibawah kompetensi umum, sedangkan numerasi diangka 67 persen. "Ini lebih parah numerasi. Masalah ini yang kita coba problem solving bersama-sama, dengan bantuan semua pihak kita bisa mengakselerasi," katanya.
Menurut dia, salah satu akselerasi itu melalui penerapan kurikulum merdeka yang ditujukan dalam pemulihan pembelajaran, karena bersifat lebih sederhana, fleksibel dan relevan. "Kita pangkas 30-40 persen konten belajar. Karena selama pandemi kita ada kurikulum darurat. Kita bandingkan sekolah yang melaksanakan K-13 full dan sekolah yang melaksanakan K-13 dengan penyederhanaan. Ternyata learning loss lebih sedikit di K-13 yang disederhanakan. Jadi less is more. Lebih sederhana lebih terdampak pada kualitas pendidikan," ujarnya.
Sedangkan yang dimaksud lebih fleksibel artinya sekolah memiliki penyesuaian. Siswa bisa dilayani sesuai dengan bakat siswa. Kemudian lebih relevan artinya pembelajaran sesuai dengan masalah yang ada disekitarnya. Seperti toleransi, polusi dan sebagainya.