REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pertunjukan telah ditangguhkan di salah satu teater tertua dan paling terkenal di Beijing, China. Tindakan ini diambil sebagai bagian dari gelombang baru penutupan toko dan restoran sebagai tanggapan atas lonjakan kasus Covid-19 di ibu kota China.
Teater Jixiang di distrik perbelanjaan pusat kota Wangfujing awalnya dibangun pada 1906 dan baru-baru ini dipindahkan ke lokasinya yang sekarang di lantai delapan sebuah pusat perbelanjaan yang juga menampung pertokoan dan restoran cepat saji. Tempat ini terkenal dengan pertunjukan opera Peking dan bentuk seni tradisional lainnya.
Pertunjukan akan dilanjutkan pada 27 November, tetapi tanggal pembukaan kembali tersebut terus diperpanjang. Tanggal pembukaan yang terus mundur akibat lonjakan kembali jumlah kasus yang terlacak di negara itu.
China melaporkan 24.263 kasus baru pada Sabtu (19/11/2022), 515 di antaranya di Beijing. Sebagian besar tidak menunjukkan gejala.
Meskipun demikian, penguncian dan tindakan pengendalian ketat lainnya telah diberlakukan di seluruh negeri. Banyak penduduk Beijing mengirimkan pemberitahuan yang menyarankan untuk tidak meninggalkan rumah kecuali benar-benar diperlukan.
Restoran, mal, dan toko yang dianggap tidak penting telah ditutup dan lalu lintas pejalan kaki di tempat yang masih buka jauh berkurang. Deteksi satu kasus atau bahkan kontak dekat dari orang yang terinfeksi dapat memaksa penutupan seluruh gedung perkantoran atau blok apartemen.
Akses ke Peking University ditangguhkan beberapa hari lalu. Orang-orang yang mengunjungi pasar sayur di tenggara kota tempat ditemukannya kasus, diperintahkan untuk dikarantina di sebuah hotel dengan biaya sendiri.
Kota metropolis selatan Guangzhou berencana membangun fasilitas karantina untuk hampir 250.000 orang. Guangzhou kota berpenduduk 13 juta orang, adalah yang terbesar dari serangkaian titik panas di seluruh Cina dengan wabah sejak awal Oktober.
Angka infeksi Cina rendah dibandingkan dengan Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya. Namun, Partai Komunis yang berkuasa berusaha mengisolasi setiap kasus di bawah kebijakan "zero-Covid".
Penutupan lingkungan, sekolah, dan bisnis yang berulang kali memicu frustrasi publik dan bentrokan dengan petugas kesehatan.