REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana memperpanjang relaksasi industri asuransi pada 2023. Hal ini mengingat ancaman resesi membayangi perekonomian global 2023, laju inflasi yang tinggi hingga geopolitik yang terus memanas diprediksi masih berlangsung.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah mengatakan pihaknya memberikan relaksasi kepada industri asuransi selama wabah pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Mulai dari memperpanjang masa piutang premi yang diperhitungkan sebagai aset dari sebelumnya dua bulan menjadi empat bulan.
"Kami akan menerapkan kebijakan yang sifatnya mendukung pertumbuhan industri asuransi dengan tetap menyeimbangkan dengan kepentingan konsumen," ujarnya saat webinar Insurance Outlook 2023, Selasa (22/11/2022).
Ahmad menyebut adanya perpanjangan relaksasi tersebut bertujuan untuk menghadapi resesi. Namun, relaksasi yang bersifat administratif relaksasi tersebut tidak akan diperpanjang.
“Relaksasi administratif salah satunya berupa pelonggaran waktu pemberian laporan bagi industri asuransi. Relaksasi yang tidak diperpanjang diakibatkan karena sulitnya mobilitas selama ketatnya pembatasan yang disebabkan masih tingginya kasus Covid-19, sehingga berbeda dengan saat ini,” ucapnya.
Maka itu, kebijakan perpanjangan tersebut diputuskan setelah berdiskusi dengan berbagai pihak di industri asuransi yang memang masih memerlukan beberapa relaksasi kebijakan dari OJK. "Relaksasi yang akan kami perpanjang lebih kepada yang bersifat substantif, kalau yang administratif tidak akan kami berikan lagi," ucapnya.
Selain industri asuransi, menurutnya, kebijakan relaksasi industri pembiayaan berupa restrukturisasi juga akan diperpanjang pada tahun depan, khususnya untuk mendukung sektor UMKM agar tetap tumbuh. "Perpanjangan hanya diberikan dengan segmentasi yang terbatas karena saat ini pandemi Covid-19 mulai mereda," ucapnya.