Rabu 23 Nov 2022 08:57 WIB

PHK Startup: Mismanajemen dan Pendanaan Seret Jadi Penyebabnya 

Pengamat sebut startup yang lakukan PHK adalah pandemic darling

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Startup (ilustrasi). Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih menghantui karyawan di perusahaan rintisan atau startup maupun raksasa teknologi. Belum lama ini, GoTo memangkas 1.300 pekerjanya. Shopee bahkan telah lebih dulu mengambil langkah yang sama.
Foto: istimewa
Startup (ilustrasi). Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih menghantui karyawan di perusahaan rintisan atau startup maupun raksasa teknologi. Belum lama ini, GoTo memangkas 1.300 pekerjanya. Shopee bahkan telah lebih dulu mengambil langkah yang sama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih menghantui karyawan di perusahaan rintisan atau startup maupun raksasa teknologi. Belum lama ini, GoTo memangkas 1.300 pekerjanya. Shopee bahkan telah lebih dulu mengambil langkah yang sama. 

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan faktor terjadinya gelombang PHK di startup adalah kesalahan manajemen dan sulitnya pendanaan. "Ada mismanagement di internal startup dan pendanaan mulai sulit," kata Bhima kepada Republika, Rabu (23/11). 

Secara umum, Bhima menjelaskan, gelombang PHK digital disebabkan oleh tekanan makroekonomi yang cukup berat pascapandemi, mulai dari kenaikan inflasi, tren penyesuaian suku bunga, pelemahan daya beli, risiko geopolitik dan model bisnis yang berubah signifikan. 

Bhima menyebut, kebanyakan startup yang melakukan PHK massal merupakan pandemic darling, atau perusahaan yang meraup kenaikan GMV (Gross Merchandise Value) selama puncak pandemi 2020-2021. Valuasi yang tinggi membuat perusahaan tersebut dipersepsikan mudah cari pendanaan baru. 

Faktanya, agresifitas ekspansi perusahaan digital ternyata saat ini tidak sebanding dengan pencarian dana baru dari investor. Banyak investor terutama asing menjauhi perusahaan dengan valuasi tinggi tapi secara profitabilitas rendah, atau model bisnisnya tidak berkelanjutan.

Selain itu, Bhima melihat, fenomena perekrutan secara agresif menjadi salah satu penyebab PHK massal terjadi. "Akibat overstaffing biaya operasional membengkak, dan menjadi beban kelangsungan perusahaan digital," jelas Bhima.

Di sisi lain, perubahan regulasi punya efek terhadap kelanjutan lini bisnis raksasa digital terutama dibidang keuangan. Sejak adanya standarisasi QRIS, banyak pengguna dompet digital yang kembali ke mobile banking. Beberapa perusahaan tidak mengantisipasi adanya perubahan regulasi sehingga menekan berbagai prospek pertumbuhan. 

Bhima memperkirakan, gelombang PHK masih akan terus terjadi di berbagai perusahaan layanan digital lainnya, mulai dari fintech, edutech, hingga healthtech. Dengan adanya ancaman resesi global di 2023, persaingan pencarian dana dari investor menjadi semakin ketat. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement