REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG - Korea Utara (Korut) pada Kamis (24/11/2022) mengecam seruan Korea Selatan (Korsel) untuk menjatuhkan sanksi tambahan terhadap Pyongyang menyusul peluncuran misilnya. Kakak perempuan pemimpin Korut Kim Yo-jong menyebut Presiden Korsel Yoon Suk-yeol dan pemerintahannya "idiot" karena patuh pada Amerika Serikat (AS).
Adik Kim Jong-un itu membuat pernyataan dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh media Korut, Korean Central News Agency (KCNA). Ia juga memperingatkan bahwa sanksi dan tekanan justru akan menambah permusuhan dan kemarahan Korut.
"Jika mereka berpikir bahwa mereka dapat melarikan diri dari situasi berbahaya saat ini melalui 'sanksi', mereka pasti benar-benar idiot karena mereka tidak tahu bagaimana hidup dalam damai dan nyaman," kata Kim Yo-jong dalam pernyataannya. Ia menyebut Yoon dan pemerintahannya seekor "anjing liar yang berlari" dengan tulang yang diberikan oleh AS.
Kementerian unifikasi Korsel mengeluarkan pernyataan atas komentar menyedihkan yang menargetkan pemimpin Yoon. "Kami menyatakan penyesalan yang kuat atas sikap (Korut) yang mencoba mengalihkan kesalahan pada kami ketika ketegangan saat ini di Semenanjung Korea disebabkan oleh provokasi rudal berulang Korea Utara," kata kementerian itu dalam pernyataan itu.
Kementerian luar negeri Korsel mengatakan pada Selasa bahwa pihaknya sedang meninjau sanksi independen terhadap Pyongyang. Dikatakan sanksi pada sektor siber termasuk di antara yang dipertimbangkan jika Korut terus menerus melakukan uji coba, bahkan mendorong maju dengan uji coba nuklir.
Korut telah melakukan peluncuran rudal balistik dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya tahun ini. Selama berbulan-bulan Washington mengatakan Korut bisa saja melakukan uji coba bom nuklir, yang pertama sejak 2017, kapan saja.
AS telah mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk meminta pertanggungjawaban Korut atas uji coba misilnya dalam satu suara, karena badan 15-anggota telah terpecah tentang bagaimana menangani Pyongyang dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun China dan Rusia mendukung sanksi yang lebih ketat setelah uji coba nuklir terakhir Pyongyang pada 2017, pada bulan Mei mereka memveto dorongan pimpinan AS untuk lebih banyak hukuman PBB atas peluncuran rudal barunya.