REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Warga Korea Selatan terkejut pada Selasa ketika Presiden Yoon Suk Yeol mengatakan dalam siaran langsung TV tanpa pemberitahuan sebelumnya bahwa ia menyatakan darurat militer. Namun pengumuman itu justru berbalik arah hanya beberapa jam kemudian.
Menurut laporan Reuters, setelah kebingungan mengenai tindakan apa yang akan diambil, militer Korea Selatan mengeluarkan dekrit yang melarang protes dan aktivitas parlemen dan partai politik. Mereka menempatkan media di bawah kendali pemerintah.
Namun hanya sedikit dari langkah-langkah Darurat Militer itu yang tampaknya telah dilaksanakan sebelum 190 dari 300 anggota Majelis Nasional menentang penjagaan polisi dan militer. Anggota dewan memberikan suara menentang deklarasi tersebut, yang kemudian berjanji akan dicabut oleh Yoon.
Ini yang perlu diketahui dari Darurat Militer di Korea Selatan
Mengapa Yoon Menyatakan Darurat Militer?
Yoon mengatakan partai-partai oposisi telah menyandera proses parlemen.
“Saya menyatakan darurat militer untuk melindungi Republik Korea yang bebas dari ancaman kekuatan komunis Korea Utara, untuk memberantas kekuatan anti-negara pro-Korea Utara yang merampas kebebasan dan kebahagiaan rakyat kita, dan untuk melindungi kebebasan konstitusional," pesan Yoon.
Sayang Yoon tidak menyebutkan ancaman spesifik apa pun dari Korea Utara yang mempunyai senjata nuklir. Ia justru berfokus pada lawan-lawan politik dalam negerinya.
Dia mengeluhkan 22 mosi pemakzulan yang diajukan terhadap pejabat pemerintah sejak dia menjabat pada Mei 2022.
Peringkat dukungan terhadap presiden telah mendekati rekor terendah di tengah meningkatnya pengaruh yang menyebarkan skandal dan perselisihan dengan parlemen yang dikuasai oposisi mengenai anggaran dan penyelidikan.
Langkah Apa yang Diambil Militer?
Militer menunjuk Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Park An-su, seorang jenderal bintang empat, untuk memimpin komando darurat militer dan mengeluarkan keputusan yang berlaku efektif pada pukul 11 malam pada Selasa.