REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Tiongkok sekaligus akademisi Universitas Pelita Harapan (UPH), Johanes Herlijanto meminta Indonesia mewaspadai efek modernisasi militer China. Baru-baru ini, Presiden China Xi Jinping berpidato untuk mempercepat proses transformasi militer menjadi militer kelas dunia dalam perayaan 100 tahun berdirinya Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) pada Agustus 2027.
"Negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, perlu mewaspadai peningkatan kekuatan militer Republik Rakyat China (RRC) dalam lima tahun ke depan," kata Johanes dalam keterangannya pada Jumat (25/11/2022).
Presiden Xi Jinping memang baru saja terpilih kembali sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis China (PKC) untuk periode 2022-2027. Menurutnya, Xi Jinping berambisi menjadikan militer China sebagai militer kelas dunia lebih cepat daripada target semula.
Johanes menyatakan Xi mulanya menyatakan proses modernisasi Angkatan Bersenjata China bakal berpuncak pada tahun 2035. Tetapi target itu disegerakan menjadi tahun 2027.
"Tekad Xi Jinping tampaknya sangat mungkin terlaksana mengingat perkembangan militer China akhir-akhir ini terlihat sangat pesat, khususnya dalam hal modernisasi alutsista mereka," ucap Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) tersebut.
Johanes mencontohkan kapal induk ketiga China yaitu Fujian baru saja diresmikan pada 22 Juni 2022. Sehingga jumlah kepemilikan kapal dari Angkatan Laut China akhirnya setara dengan Angkatan Laut Amerika Serikat.
"Sebuah studi yang dipublikasikan pada September lalu oleh sebuah lembaga riset yang ada di Washington DC memperkirakan pada akhir dasawarsa 2020-an, kekuatan Angkatan Laut China akan bertambah sebanyak 40 persen. Ini belum termasuk kekuatan-kekuatan lainnya," ucap Johanes.
Selain itu, Johanes menduga proyeksi peningkatan kekuatan militer China akan membawa dampak bagi negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Sebab, dalam pidato di atas, Xi Jinping turut menggarisbawahi komitmennya meningkatkan kemampuan demi mempertahankan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan China. Tercatat China terus melakukan sejumlah manuver militer di Laut China Selatan.
"Berkaca pada pengalaman di atas, maka sangat perlu bagi negara-negara Asia Tenggara untuk bersikap waspada terhadap peningkatan kemampuan militer China seperti yang ditargetkan Xi di atas," tegas Johanes.
Dampak lain yang juga mesti dikhawatirkan yaitu bertambahnya ketegangan antara China dan Negara Barat di wilayah Asia Pasifik. Hal tersebut seiring dengan melonjaknya kekuatan militer China.
"Meski China berkali-kali menyampaikan penolakan terhadap 'mentalitas perang dingin', penolakan ini nampaknya dialamatkan kepada negara-negara Barat. Dan oleh karenanya justru berpotensi meningkatkan ketegangan antara mereka," sebut Johanes.