REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) dapat mendeklarasikan produknya halal sesuai ketentuan yang berlaku. Sekretaris Universitas Indonesia Halal Center (UIHC), Qiwamudin menyampaikan UKM yang dapat mengajukan proses self declare halal harus berdasarkan standar halal yang ditetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
"UKM yang sekarang produknya belum tersertifikasi halal itu belum tentu tidak halal juga, tapi mereka perlu memeriksakannya juga sesuai dengan standar BPJPH," katanya saat Pelatihan Pendamping Proses Produk Halal (PPH), Ahad (27/11).
Sertifikasi halal bagi UKM dapat didasarkan atas pernyataan yang kini dikenal sebagai self declare. UKM yang dapat mengajukan adalah UKM yang merupakan usaha produktif yang memiliki kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan sesuai ketentuan yang berlaku di Undang-Undang.
Standar halal yang ditetapkan oleh BPJPH setidaknya mencakup dua hal yakni adanya pernyataan pelaku usaha atas proses produk halal dan kehalalan produk dan bahan yang digunakan, serta adanya pendampingan oleh pendamping PPH.
Pelaku usaha harus memenuhi syarat bahwa produknya tidak berisiko, bahan produk yang bersertifikasi halal, dan proses produksi yang dipastikan halal serta sederhana. UKM juga harus memiliki omzet maksimal Rp 500 juta.
Selain itu, harus memiliki tempat produksi yang terpisah dari produksi produk non halal dan minimal telah aktif berproduksi selama satu tahun. Produk juga harus berupa barang bukan jasa, usaha katering, restoran, kantin, kedai dan sejenisnya.
"Produk juga harus diverifikasi memenuhi standar oleh pendamping," katanya. Proses self declare ini harus dimanfaatkan oleh pelaku UKM karena gratis dengan kapasitas cukup terbatas.