REPUBLIKA.CO.ID, Berapa sebenarnya usia ribat di Kota Susa? Sebuah prasasti yang terpampang di atas pintu yang mengarah ke menara bisa menjadi petunjuk. Dalam prasasti itu tertulis bahwa bangunan masjid-benteng ini dibangun pada 821 M atas prakarsa Sultan Zidayatullah I.
Seiring perjalanan waktu, bangunan ini sempat mengalami kerusakan, di antaranya kerusakan yang terjadi pada 1943 saat Perang Dunia II mengamuk di Afrika Utara. Menyusul kerusakan itu maka dilakukanlah pemugaran pada rentang waktu 1951-1953. Alhasil, ribat di Kota Susa kembali tampil gagah hingga hari ini.
Tentu saja saat ini ribat tak lagi menjadi pangkalan militer. Bangunan tersebut kini berubah menjadi objek wisata yang ramai dikunjungi turis, sejarawan, maupun arsitek dari berbagai negara dan agama. Melihat bangunan ini, siapa pun setuju bahwa ribat merupakan karya agung umat Islam pada masa lalu, tepatnya pada masa awal penyebarannya di Afrika Utara. Dari bangunan ini pula, Islam kemudian menyebar ke berbagai penjuru Afrika.
Tempat Singgah Kaum Sufi
Pada masa-masa awal perkembangan Islam di Afrika Utara, ribat dibangun di sepanjang wilayah perbatasan kawasan tersebut. Jika disederhanakan, ribat tak ubahnya barak militer. Ia berperan sebagai pos pertahanan untuk mempertahankan kekuasaan Islam.
Bagi umat Islam pada masa itu, ribat tak hanya difungsikan sebagai barak militer maupun benteng. Bangunan ini juga berfungsi sebagai tempat ibadah atau masjid. Seiring membaiknya kondisi politik dan keamanan, fungsi ribat sebagai benteng pertahanan pun berkurang. Sebaliknya, fungsi sebagai masjid menjadi lebih dominan.
Pada masa lalu, ribat juga kerap menjadi tempat persinggahan bagi para pelayar maupun kaum sufi yang datang dari berbagai negara. Karena itu, tak mengherankan jika ribat kemudian menjadi salah satu pusat kegiatan dakwah Islam sehingga agama Allah ini kemudian menyebar dari Afrika Utara, melintasi Sahara kemudian menyentuh berbagai wilayah di Benua Afrika.