Senin 28 Nov 2022 17:21 WIB

Pengusaha-Buruh Tolak UMP, Anggota DPRD Minta Ada Komunikasi

Keputusan Pemprov DKI soal UMP diminta jadi kesepakatan bersama

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Nur Aini
Pengunjukrasa dari sejumlah elemen buruh membawa poster saat mengikuti aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (10/11/2022). Aksi yang diikuti ratusan buruh tersebut menuntut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menaikan upah minimum provinsi (UMP) 2023 sebesar 13 persen sekaligus menolak PHK dengan ancaman resesi global.
Foto: ANTARA FOTO/Darryl Ramadhan
Pengunjukrasa dari sejumlah elemen buruh membawa poster saat mengikuti aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (10/11/2022). Aksi yang diikuti ratusan buruh tersebut menuntut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menaikan upah minimum provinsi (UMP) 2023 sebesar 13 persen sekaligus menolak PHK dengan ancaman resesi global.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono meminta ada komunikasi semua pihak untuk UMP DKI Jakarta 2023 yang naik 5,6 persen menjadi Rp 4.901.798. Menurut dia, kenaikan itu berdasarkan hasil diskusi panjang tripartit Dewan Pengupahan DKI Jakarta sebelumnya. “Ketika terbangun baik, Insya Allah semua akan memahami itu,” kata Gembong ketika dihubungi, Senin (28/11/2022).

Gembong mengakui tidak ada persetujuan di sidang Dewan Pengupahan terakhir. Namun demikian, pihaknya meminta semua pihak bisa memahami kondisi ekonomi hingga kemungkinan resesi ke depannya. “Kalau ada yang tidak menerima, ya lihat perkembangan ke depan yang belum menentu,” ucapnya.

Baca Juga

 

Meski demikian, dia menekankan agar ada komunikasi semua pihak agar kondisi lebih baik. Menurutnya, keputusan apapun yang diumumkan Pemprov DKI agar menjadi kesepakatan bersama. “Tapi ujungnya tetep komunikasi ketiga pihak, kuncinya di situ,” ujarnya.

 

Sementara itu, Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, pihaknya menolak kenaikan UMP DKI sebesar 5,6 persen. Pasalnya, angka itu, jauh terlampau di bawah nilai inflansi Januari-Desember 2022 yaitu sebesar 6,5 persen. “Kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia seharusnya adalah sebesar inflansi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kab/kota di tahun berjalan, bukan menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi tahunan atau year on year," ujar Said, Senin.

 

Apalagi, kata dia, angka itu di bawah Upah Minimum di beberapa provinsi seperti Banten sebesar 6,4 persen, Jogja 7,65 persen, Jawa Timur 7,85 persen. Walaupun, Said menyebut, kenaikan di berbagai wilayah itu juga tidak melihat lebih jauh dampak kenaikan BBM yang mengakibatkan harga barang melambung tinggi. “Terkait dengan kenaikan UMP DKI Tahun 2023 sebesar 5,6 persen, Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh mengecam keras keputusan Pejabat Gubernur DKI yang tidak sensitif terhadap kehidupan buruh,” katanya.

 

Lebih jauh, pihaknya mengancam melakukan aksi besar-besaran di banyak daerah mulai pekan depan apabila tuntutan tidak didengar. Pihaknya, tetap menuntut kenaikan UMP 10 hingga 13 persen.

 

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Apindo DKI Jakarta Nurzaman mengatakan, pihaknya juga menolak kenaikan UMP DKI yang baru diumumkan. Pasalnya, kata dia, tidak seperti Apindo, DKI dalam mengumumkan UMP mengacu pada Permenaker Nomor 18 Tahun 2022. “Apindo DKI tetap mengacu pada PP 36 dan kenaikan sebesar 2.6 persen,” kata Nurzaman.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement