REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mendukung hak Turki untuk membela diri menyusul serangan teroris bulan ini di Istanbul. Namun AS juga menekankan perlunya deeskalasi di Suriah.
"Turki terus menjadi korban serangan teroris, baik di dekat perbatasan itu atau di tempat lain di dalam negeri. Dan mereka memiliki hak untuk membela diri dan warganya dari serangan," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby seperti dikutip laman Anadolu Agency, Selasa (29/11/2022).
Kirby mengakui bahwa Turki telah dimasuki teroris, namun AS tidak ingin melihat langkah serangan Turki di Suriah yang akan menyebabkan potensi lebih banyak korban. "Kami juga tidak ingin melihat tindakan di dalam Suriah oleh Turki atau siapa pun yang dapat membahayakan nyawa orang Amerika karena ada orang Amerika di sana yang membantu SDF," ujarnya.
Kirby mengacu pada mitra utama AS di Suriah, yang dipimpin oleh YPG. YPG adalah afiliasi Suriah dari PKK, organisasi teroris yang ditunjuk di AS dan Turki.
Dukungan AS untuk YPG telah lama mempererat hubungan bilateral antara Ankara dan Washington. Pentagon Rabu lalu menyatakan keprihatinannya atas serangan udara Turki di Suriah utara. Pihaknya mengatakan serangan itu menimbulkan ancaman bagi personel AS dan merusak perang melawan ISIS.
"Serangan udara baru-baru ini di Suriah secara langsung mengancam keselamatan personel AS yang bekerja di Suriah dengan mitra lokal untuk mengalahkan ISIS dan mempertahankan tahanan lebih dari sepuluh ribu tahanan ISIS," kata Brigadir Jenderal Patrick Ryder dalam sebuah pernyataan.
Ryder mengatakan AS mengakui masalah keamanan yang sah dari Turki. Menurutnya, pihak AS akan terus berdiskusi dengan Turki dan mitra lokal kami untuk mempertahankan pengaturan gencatan senjata.
Bulan ini, Ankara meluncurkan Operasi Claw-Sword, kampanye udara lintas batas melawan kelompok teror YPG/PKK yang memiliki tempat persembunyian ilegal di perbatasan Irak dan Suriah di mana mereka merencanakan serangan di tanah Turki. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada Senin bahwa tekad Turki untuk membangun jalur keamanan sedalam 30 kilometer di sebelah perbatasannya terus berlanjut. Pejabat Turki mengeluh bahwa Washington dan Moskow gagal menegakkan kesepakatan mereka.
"Kami tidak perlu mendapatkan izin dari siapapun saat mengambil langkah-langkah terkait keamanan tanah air dan rakyat kami, dan kami tidak akan dimintai pertanggungjawaban kepada siapa pun," tambah Erdogan.