Ada pilihan pinang untuk dimakan, berair, kental, dan kering (gepe).
Pinang akan tumbuh baik di ketinggian 0-1.000 meter dari permukaan laut (mdpl). Dalam satu hektare kebun pinang, kata Karel Yarangga, kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan Provinsi Papua, idealnya ditanami 1.000-1.200 pohon. “Tapi di Papua, petani paling tanam 100-500 pohon, tumpang sari dengan kakau, pisang, papaya. atau tanaman hortikultura,” jelas Karel dalam webinar yang diadakan Econusa bertajuk “Mace: Potensi Buah Pinang, dari Tradisi Jadi Siap Ekspor”, Rabu (30/11/2022).
Di Papua, buah pinang dijual di berbagai tempat. Kata Karel, selain di pasar, di depan rumah penduduk bisa dipastikan ada meja kecil tempat jual pinang. Di Papua, pinang memiliki fungsi sosial buday ajuga selain fungsi ekonomi.
Di acara webinar itu, Christine Sanggenafa, dosen Antropologi Sosial Universitas Cendrawasih, Jayapura, menjelaskan, pinang biasa dipakai di berbagai acara. “Ada konflik, pinang di tengah-tengah, bicara jadi enak, masalah bisa diselesaikan baik-baik,” kata Christine.
Sebab, kata Christine, kebiasaan makan pinang sirih di Papua bisa mencairkan suasana. Pinang telah menjadi alat kontak, menjadi perantara untuk memulai pembicaraan. Bahkan banyak acara yang tuan rumah tidak menyediakan kue, tetapi hanya menyediakan pinang sirih. Semua orang sudah bahagia.
Tapi, Christine mengingatkan, jangan memakan pinang berair. Ia menyebut ada dua kualitas pinang: berair dan kental. Jika daging buah (biji) dipijit keluar air, itu yang disebut pinang berair. Jika dipijit berasa keras, disebut pinang kental. Yang berair sebaiknya tidak dimakan. “Mulut akan jadi terbakar karena kapur, kalau kental, biji padat, di mulut tidak terbakar setelah tercampur dengan kapur,” jelas Christine.
Selain itu, ada pula pinang yang dikeringkan. Di wilayah selatan Papua, menurut Christine, banyak yang mengonsumsi pinang kering yang di Jayapura disebut pinang gepe.
Priyantono Oemar