REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD – Serangan bom bunuh diri mengguncang kota Quetta, Pakistan, Rabu (30/11/2022). Insiden itu mengakibatkan tiga orang tewas dan melukai lebih dari 30 lainnya.
“Ledakan bom yang menargetkan patroli polisi melukai lebih dari 30 orang, termasuk 15 polisi. Dari mereka, seorang polisi, seorang wanita, dan seorang anak meninggal,” kata pejabat polisi Quetta, Abdul Haq.
Menurut Haq, serangan bom bunuh diri itu dilakukan ketika patroli polisi sedang menjaga tim vaksinasi polio. Kelompok Taliban Pakistan, yakni Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP), mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Sebelumnya TTP sudah mengumumkan bahwa mereka telah membatalkan kesepakatan gencatan senjata yang dicapai dengan pemerintah Pakistan pada Juni lalu. TTP kemudian menyerukan anggotanya untuk melancarkan serangan di seluruh wilayah Pakistan.
TTP menyetujui gencatan senjata dengan pemerintah Pakistan pada Juni lalu. Namun kedua belah pihak telah berulang kali mengklaim bahwa gencatan senjata itu diabaikan dan telah terjadi banyak bentrokan.
TTP terbentuk pada 2007 dan merupakan entitas terpisah dari Taliban Afghanistan. Namun mereka berbagi ideologi Islam serupa. TTP, yang menguasai sebagian besar wilayah suku Pakistan, telah bertanggung jawab atas puluhan serangan kekerasan dan ratusan kematian di seluruh negara tersebut.
Sejak 2010, sebagian besar anggota TTP telah diusir Pakistan ke negara tetangganya, yakni Afghanistan. Tekad dan keberanian mereka tergugah saat Taliban Afghanistan berhasil merebut kembali kekuasaan di negara tersebut pada Agustus 2021.
Kendati demikian, hingga kini belum ada satu pun negara yang mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan. Tak dipenuhinya hak-hak sipil, khususnya bagi kaum perempuan dan anak perempuan di sana, menjadi salah satu alasan mengapa negara-negara dunia tak memberi pengakuan pada pemerintahan Taliban di Afghanistan.