REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perhimpunan Dokter Peduli AIDS Indonesia (PDPAI) Evy Yunihastuti menjelaskan, orang dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) ketika terpapar Covid-19 memiliki risiko menjadi lebih parah. Meski risikonya tidak setinggi infeksi Covid-19 pada lanjut usia (lansia).
"Kita tahu tahu Covid-19 menjadi faktor risiko yang lebih tinggi bagi pasien yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) seperti hipertensi, jantung, hingga diabetes mellitus. HIV/AIDS jarang disebut tetapi tetap memiliki faktor risiko lebih tinggi ketika terpapar Covid-19 meski tidak sampai dua kali lipat," ujarnya saat konferensi virtual memperingati Hari AIDS sedunia, Kamis (1/12/2022).
Ia menjelaskan, ketika orang dengan HIV, kemudian kekebalan tubuhnya masih rendah, tidak dalam terapi anti retroviral (ARV) atau minum ARV tidak teratur, lalu memiliki penyakit penyerta (komorbid), kemudian terinfeksi Covid-19 maka berisiko tinggi jadi berat atau mengakibatkan kematian. Ia menjelaskan, pihaknya sempat membuat scoring beberapa indikator mengenai masalah ini yaitu orang dengan HIV/AIDS, punya komorbid, minum ARV yang tidak teratur dan mengakibatkan jumlah virus dalam tubuh jadi banyak, kemudian memiliki infeksi yang lain. Jika tiga dari empat ini terpenuhi terjadi maka 50 persen kemungkinan saat tertular Covid-19 akan jadi berat.
"Jadi, sebaiknya orang dengan HIV/AIDS yang tertular Covid-19 dirawat meski dalam gejalanya ringan," katanya.
Sebab, dia melanjutkan, kemungkinan kondisi buruk jadi lebih tinggi. Artinya bisa jadi tidak meninggal dunia akibat Covid-19 melainkan juga infeksi yang lain. Kendati demikian, ia mengakui memang kematian orang dengan HIV/AIDS akibat terinfeksi Covid-19 tidak setinggi seperti lansia yang tertular Covid-19 atau pasien Covid-19 yang menderita diabetes mellitus.
"Memang kematian pasien Covid-19 yang lansia dan menderita diabetes mellitus terbukti lebih tinggi," ujar perempuan yang juga dokter spesialis penyakit dalam ini.