REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong lahirnya satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di perguruan tinggi. Setelah terbentuk, Satgas PPKS di kampus-kampus dapat langsung melakukan proses terhadap kasus kekerasan seksual yang sudah menyesakkan bagi mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan.
Plt Dirjen Diktiristek Kemendikbudristek Nizam mengatakan, pembentukan Satgas PPKS merupakan amanat Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021. "Sangat penting bagi lingkungan perguruan tinggi, yaitu sosialisasi dan penguatan dari Permendikbudristek 30 tahun 2021 yang merupakan satu landmark baru,” kata Nizam dalam kegiatan webinar nasional PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi yang dilakukan juga secara luring di Kemendikbudristek, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Ia menyebut aturan itu bagai hujan yang menyegarkan di tengah kemarau panjang. Sebab, banyak laporan yang masuk setelah aturan soal PPKS di lingkungan perguruan tinggi diterbitkan.
Nizam menjelaskan, lingkungan kampus yang aman akan memberikan rasa aman bagi seluruh civitas akademika di perguruan tinggi. “Permendikbudristek untuk memastikan kampus-kampus ini menjadi kampus yang aman, nyaman, yang membahagiakan bagi seluruh masyarakat kampus yang ada di perguruan tinggi," ujar dia.
Webinar nasional PPKS itu diinisiasi oleh Dharma Wanita Persatuan (DWP) Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek. Ketua Umum DWP Pusat Franka Makarim menyampaikan, misi webinar ini sebagai upaya pemberdayaan perempuan terkait dengan isu kekerasan seksual, mendorong perempuan mengenal dirinya sebagai perempuan, dan upaya untuk membangun keluarga yang lebih kuat dan cerdas di era digital. “Mengenai antikekerasan seksual di perguruan tinggi, jika kita sudah membangun ekosistem yang baik, landasan hukum sudah kita berikan, niat sudah kita berikan, harus kita jemput bolanya dengan cara lebih mempercayai lagi mereka yang jadi korban," ujar Franka.
Ketua DWP Kemdikbudristek Teti Aminudin mengatakan hampir semua korban kekerasan seksual mengalami trauma psikis. Trauma psikis ini berdampak luas pada kehidupan korban termasuk proses belajar yang seharusnya menjadi fokus utama.
“Hal ini diperparah oleh konstruksi sosial dan masyarakat yang menjalankan budaya patriarki sehingga perempuan sering ditempatkan pada posisi subordinat yang termarginalkan,” ucap Teti.