REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Kepolisian Resor Kota (Polresta) Tangerang, Polda Banten telah menetapkan seorang mantan kepala desa (kades) di Desa Cikupa, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang sebagai tersangka kasus pungutan liar (pungli) pada program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL). Kapolresta Tangerang Kombes Pol Raden Romdhon Natakusuma di Tangerang, Kamis mengatakan bahwa tersangka oknum mantan kades yang melakukan pungli itu berinisial AM.
"Tersangka AM ditangkap untuk kasus dugaan pungli PTSL dengan kerugian mencapai kurang lebih Rp 2 miliar," katanya.
Ia menerangkan, selain AM, petugas juga menangkap SH yang merupakan mantan Sekretaris Desa Cikupa, kemudian MI mantan Kepala Urusan Perencanaan Desa Cikupa, dan MSE mantan Kepala Urusan Keuangan Desa Cikupa. Ketiganya menjabat saat tersangka AM menjadi sebagai Kepala Desa Cikupa.
"Tahun 2020 dan 2021, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang mengalokasikan 1.319 bidang untuk PTSL di Desa Cikupa," ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam kasus pungutan program PTSL ini ditindaklanjuti pihak desa dengan mengadakan rapat pada Maret 2021. Pada rapat itu ditentukan tarif PTSL yakni untuk luas 50 meter dengan surat-surat lengkap dikenakan biaya Rp 500 ribu.
Untuk luas tanah lebih dari 50 meter dengan surat tidak lengkap dikenakan biaya Rp1 juta, sedangkan untuk luas tanah di atas 100 meter dengan surat tidak lengkap dikenakan biaya Rp 1,5 juta.
"Tersangka AM memerintahkan para ketua RT dan ketua RW serta jaro untuk mengumpulkan berkas dan biaya kepada masyarakat," jelasnya.
Menurut Romdhon, uang hasil pungutan PTSL kemudian di kumpulkan di Kaur Keuangan Desa Cikupa saat itu yakni tersangka MSE pada awal Maret 2021. Saat itu, uang yang terkumpul mencapai Rp 619.100.000. "Bahwa berdasarkan hasil penyelidikan, Desa Cikupa telah melaksanakan program PTSL tidak sesuai dengan aturan SKB 3 Menteri Nomor 25/SKB/V/2017, Nomor: 590-316A Tahun 2017, Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pembiayaan persiapan pendaftaran Tanah Sistematis, untuk wilayah Jawa Bali sesuai dengan aturan dikenakan biaya Rp 150 ribu," ungkapnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Sebagaimana Telah Diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.