REPUBLIKA.CO.ID, BERN -- Swiss untuk sementara menangguhkan partisipasinya dalam program PBB yang bertujuan memukimkan kembali pengungsi rentan. Hal itu karena negara tersebut telah menjadi salah satu tujuan para pengungsi Ukraina.
“Program pemukiman kembali tidak akan dipertanyakan, hanya penerimaan yang akan ditangguhkan sementara,” kata juru bicara Kementerian Migrasi Swiss Lukas Rieder dalam sebuah konfirmasi, Senin (19/12), dikutip laman the Straits Times.
Dia mengaitkan keputusan itu dengan “tekanan berat” pada sistem suaka negara tersebut, terutama dalam hal kapasitas akomodasi dan staf. Sekitar 100 ribu pencari suaka dan pengungsi, termasuk lebih dari 70 ribu orang yang melarikan diri dari perang di Ukraina, tiba di Swiss sejak awal tahun ini. Angka itu dilaporkan sebagai jumlah terbesar sejak Perang Dunia II.
“Oleh karena itu, satuan tugas yang bertanggung jawab merekomendasikan penangguhan sementara penerimaan di bawah program pemukiman kembali 2022/2023,” kata Rieder.
Dia mengungkapkan, pada pertengahan Desember, 641 orang telah dimukimkan kembali di bawah program PBB. Menurutnya, sekitar 400 pengungsi yang telah menerima keputusan penerimaan positif akan diterima pada Maret tahun depan. Sementara sisanya harus menunggu.
Menurut Le Temps, para pengungsi sebagian besar berasal dari Afghanistan, Sudan, dan Suriah. Sebagian besar terdiri atas perempuan, anak-anak dan orang-orang dengan kondisi kesehatan yang dianggap sangat rentan oleh Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR). Rieder mengatakan, keputusan penangguhan penerimaan pengungsi rentan akan dievaluasi kembali selama paruh pertama 2023.
UNHCR adalah pihak yang bekerja untuk memukimkan kembali pengungsi-pengungsi rentan ke negara ketiga. Tahun ini, UNHCR memperkirakan hampir 1,5 juta pengungsi membutuhkan pemukiman kembali, meskipun hanya sedikit tempat tersedia. Swiss, yang memiliki populasi 8,7 juta jiwa, telah berkomitmen memukimkan kembali 1.820 pengungsi rentan pada 2022 dan 2023.