Selasa 27 Dec 2022 17:43 WIB

Pakar Sebut Pemberlakuan Cukai Plastik Langkah Tepat

Dana cukai dapat dialokasikan untuk kampanye mengenai bahaya produk plastik

Rep: dadang kurnia/ Red: Hiru Muhammad
Pekerja mendata sampah plastik yang tiba untuk didaur ulang di pabrik Tridi Oasis, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (25/10/2022). Sejak Januari hingga Oktober 2022 Tridi Oasis bersama DBS Foundation Social Enterprise telah mengolah 5.000 ton sampah plastik menjadi kemasan dan produk tekstil berkelanjutan sekaligus membantu penanganan sampah plastik di Indonesia dalam upaya mewujudkan Indonesia bebas sampah plastik pada tahun 2040.
Foto: ANTARA/Fauzan
Pekerja mendata sampah plastik yang tiba untuk didaur ulang di pabrik Tridi Oasis, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (25/10/2022). Sejak Januari hingga Oktober 2022 Tridi Oasis bersama DBS Foundation Social Enterprise telah mengolah 5.000 ton sampah plastik menjadi kemasan dan produk tekstil berkelanjutan sekaligus membantu penanganan sampah plastik di Indonesia dalam upaya mewujudkan Indonesia bebas sampah plastik pada tahun 2040.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah berencana memberlakukan bea cukai untuk produk plastik dan minuman berpemanis dengan kemasan (MBDK) melalui Perpres nomor 130/2022. Pakar ekonomi Univeritas Airlangga (Unair) Rossanto Dwi Handoyo menganggap, rencana tersebut perlu dilakukan.

Bea cukai, kata Rossanto, berfungsi untuk mengendalikan konsumsi berlebih komoditas yang dianggap membahayakan kesehatan dan lingkungan. "Plastik banyak menyebabkan pencemaran dan sulit diurai, sehingga jika tidak dikendalikan akan menggerus keberlangsungan hidup manusia dalam jangka panjang," kata Rossanto, Selasa (27/12/2022).

Baca Juga

Meski demikian, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB Unair itu tidak setuju ketika bea cukai produk plastik dan MBDK dikatakan sebagai pendongkrak APBN. Sebab, kata dia, jumlah target penerimaan untuk kedua produk ini tidak sebanding dengan produk sebelumnya."Seperti misalnya rokok atau tembakau sehingga bukan untuk itu (mendongkrak APBN)" ujarnya.

Lebih dari itu, lanjut Rossanto, dana cukai dapat dialokasikan untuk kampanye pada khalayak mengenai bahaya produk plastik. Selama ini, cara tersebut kerap dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat.

Untuk peraturan yang bersifat jangka panjang, Rossanto menganggap pemerintah perlu mengadakan penyesuaian bagi beberapa industri. “Menurut saya, perlu ada pemberian rate bea cukai antara UMKM dengan perusahaan-perusahaan besar. Misalnya, untuk UMKM, diberi rate maksimum 5 persen, sedangkan perusahaan besar diberi rate maksimum 20 persen," kata Rossanto.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah perlu membuat road map yang jelas mengenai apa saja yang perlu dilakukan, dan kebijakan apa saja selain dari pemberlakuan bea cukai ini terhadap plastik dan MBDK.

Rossanto menekankan, langkah strategis ini bukan hanya ditujukan untuk produsen, melainkan juga konsumen. Harapannya tentu masyarakat dapat lebih sadar. Masyarakat tidak boleh beranggapan bahwa konsumsi plastik dan produk berpemanis dengan kemasan ini tidak akan ada masalah ke depannya.

Ia melanjutkan, alternatif pengganti plastik juga sejatinya dapat mulai digaungkan. Contohnya dengan menggunakan kertas atau bahan yang dapat diolah kembali. Rossanto menyebut, peraturan ini perlu mendapat dukungan dari seluruh masyarakat agar tujuan awal dapat terealisasikan.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement