Jumat 30 Dec 2022 21:19 WIB

WHO Butuh Informasi Perinci untuk Menilai Situasi Covid-19 di China

Infeksi Covid-19 telah meningkat di seluruh China bulan ini.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Dwi Murdaningsih
 Orang-orang yang memakai masker berduyun-duyun ke jalan perbelanjaan yang terkenal untuk belanja akhir tahun sebelum liburan Tahun Baru di Tokyo, Jumat, 30 Desember 2022. Jepang pada Jumat mulai mewajibkan tes COVID-19 untuk semua penumpang yang datang dari China sebagai tindakan darurat. melawan lonjakan infeksi di sana dan saat Jepang menghadapi peningkatan jumlah kasus dan kematian tingkat rekor di dalam negeri.
Foto: AP/Hiro Komae
Orang-orang yang memakai masker berduyun-duyun ke jalan perbelanjaan yang terkenal untuk belanja akhir tahun sebelum liburan Tahun Baru di Tokyo, Jumat, 30 Desember 2022. Jepang pada Jumat mulai mewajibkan tes COVID-19 untuk semua penumpang yang datang dari China sebagai tindakan darurat. melawan lonjakan infeksi di sana dan saat Jepang menghadapi peningkatan jumlah kasus dan kematian tingkat rekor di dalam negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, ZURICH -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membutuhkan lebih banyak informasi untuk menilai lonjakan infeksi terbaru di China.  Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan, tindakan itu diperlukan dalam penilaian risiko dari situasi yang berkembang.

"Untuk membuat penilaian risiko yang komprehensif dari situasi Covid-19 di #Cina, WHO membutuhkan informasi lebih rinci," kata Tedros melalui Twitter pada Kamis (29/12/2022) malam.

Baca Juga

Infeksi Covid-19 telah meningkat di seluruh China bulan ini setelah pemerintah menghapus kebijakan "nol-Covid", termasuk pengujian PCR reguler pada populasinya. Kondisi ini membuat Amerika Serikat, Korea Selatan, India, Italia, Jepang, dan Taiwan  telah memberlakukan tes Covid-19 untuk pengunjung dari China.

Italia bahkan mendesak seluruh Uni Eropa untuk mengikuti jejaknya pada Kamis. Namun, Prancis, Jerman, dan Portugal menegaskan  tidak melihat perlunya pembatasan baru. Sementara Austria telah menekankan manfaat ekonomi dari kembalinya turis China ke Eropa. Pengeluaran global oleh pengunjung China bernilai lebih dari 250 miliar dolar AS setahun sebelum pandemi.

Negara berpenduduk 1,4 miliar orang melaporkan satu kematian Covid-19 baru untuk Kamis, sama seperti hari sebelumnya. hCina mengatakan hanya menghitung kematian pasien Covid-19 yang disebabkan oleh pneumonia dan gagal napas sebagai terkait Covid-19.

Jumlah kematian resmi China 5.247 sejak pandemi dimulai dibandingkan dengan lebih dari sejuta kematian di Amerika Serikat. Hong Kong yang dikuasai China, kota berpenduduk 7,4 juta, telah melaporkan lebih dari 11 ribu kematian.

Namun, perusahaan data kesehatan yang berbasis di Inggris Airfinity mengatakan pada Kamis, sekitar 9.000 orang di China mungkin meninggal setiap hari akibat Covid-19. Kematian kumulatif di China sejak 1 Desember kemungkinan mencapai 100 ribu dengan total infeksi 18,6 juta. 

sumber : reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement