REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Sebanyak 63 tentara Rusia tewas terhantam serangan sistem roket Himars yang dipasok Amerika Serikat (AS) untuk Ukraina. Serangan tersebut terjadi di kota Makiivka, wilayah timur Donetsk.
"Akibat serangan oleh empat rudal dengan hulu ledak berdaya ledak tinggi di titik penempatan sementara, 63 prajurit Rusia tewas," kata Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Rusia dalam sebuah pernyataan, Senin (2/1/2023).
Kemenhan Rusia tak mengungkapkan kapan serangan rudal itu terjadi. “Semua bantuan dan dukungan yang diperlukan akan diberikan kepada kerabat serta orang-orang terkasih dari prajurit yang gugur,” kata Kemenhan Rusia.
Pengumuman tentang tewasnya puluhan prajurit jarang diumumkan otoritas Rusia. Oleh sebab itu, apa yang disampaikan Kemenhan Rusia terkait serangan di Makiiva dinilai langka.
Meski tak mengklaim langsung serangan rudal di Makiiva, militer Ukraina mengatakan, jumlah prajurit Rusia yang tewas lebih besar daripada yang secara resmi diumumkan. Serangan rudal diduga dilancarkan pada malam perayaan Tahun Baru.
Pada akhir Desember lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, Barat telah menggunakan Ukraina untuk menghancurkan negaranya. Dia menegaskan, Rusia tidak akan pernah menyerah atau takluk pada upaya Barat tersebut.
Dalam pesan Tahun Baru yang disiarkan Sabtu (31/12/2023), Putin mengatakan, peperangan Rusia di Ukraina bertujuan melindungi tanah air dan kemerdekaan hakiki rakyatnya. “Selama bertahun-tahun, elite Barat dengan munafik meyakinkan kami tentang niat damai mereka. Faktanya, dengan segala cara mereka mendorong neo-Nazi yang melakukan terorisme terbuka terhadap warga sipil di Donbas,” ujar Putin dalam pidatonya di hadapan para personel militer.
Menurut Putin, Barat membual tentang perdamaian. “Ia sedang mempersiapkan agresi. Sekarang mereka secara sinis menggunakan Ukraina dan rakyatnya untuk melemahkan serta memecah belah Rusia,” ucapnya.
Putin menegaskan, pemerintahannya tidak akan pernah membiarkan Barat melakukan hal tersebut. Konflik Rusia-Ukraina telah berlangsung selama hampir 11 bulan. Hingga kini belum ada tanda-tanda Moskow dan Kiev akan bernegosiasi.